REPUBLIKA.CO.ID,MOSKOW – Presiden Rusia Vladimir Putin mengkritik sanksi yang dijatuhkan negara-negara Barat terhadap Moskow terkait aksinya menyerang Ukraina. Menurut Putin, sanksi tersebut mirip dengan deklarasi perang.
“Sanksi yang dikenakan ini mirip dengan deklarasi perang, tapi syukurlah tidak sampai ke sana,” kata Putin saat berbicara kepada sekelompok pramugari wanita di pusat pelatihan Aeroflot dekat Moskow, Sabtu (5/3/2022).
Saat ini Rusia sudah menghadapi sanksi ekonomi berlapis dari Barat. Salah satu sanksi yang dikenakan adalah dikeluarkannya Moskow dari Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication atau SWIFT. Ia merupakan jaringan keamanan tinggi yang menghubungkan ribuan lembaga keuangan di seluruh dunia
SWIFT memungkinkan bank untuk memindahkan uang dengan cepat dan aman, mendukung triliunan dolar dalam arus perdagangan serta investasi. Dikeluarkannya Rusia dari SWIFT dianggap sebagai hukuman ekonomi terberat. Karena dengan sanksi itu, Moskow menjadi lebih terisolasi secara ekonomi dibandingkan sebelumnya.
Kendati telah disanksi, Rusia belum menunjukkan niat untuk menghentikan serangannya terhadap Ukraina. Saat berbicara di pusat pelatihan Aeroflot, Putin menegaskan kembali bahwa tujuan negaranya menggelar operasi militer di Ukraina adalah untuk membela komunitas berbahasa Rusia di sana. Caranya melalui “demiliterisasi” dan “de-Nazifikasi” Ukraina sehingga ia menjadi netral.
Dia pun memperingatkan lagi tentang seruan penerapan zona larangan terbang di atas Ukraina. Putin menekankan, jika hal itu dilakukan, Rusia bakal menganggapnya sebagai pembuka pintu menuju konflik militer. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky diketahui telah menyerukan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk memberlakukan zona larangan terbang di atas negaranya.
Zelensky menilai, hal itu diperlukan agar serangan udara Rusia dapat segera dihentikan. NATO telah menolak seruan Zelensky. Sementara itu, Putin juga menepis kekhawatiran tentang bakal diterapkannya darurat militer atau situasi darurat di Rusia.
Putin menjelaskan, langkah semacam itu hanya diambil jika ada ancaman internal atau eksternal yang signifikan. “Kami tidak berencana untuk memperkenalkan rezim khusus apa pun di wilayah Rusia. Saat ini tidak perlu,” ujarnya.
Rusia mulai melancarkan serangannya ke Ukraina pada 24 Februari lalu. Moskow telah menyatakan bahwa hampir 500 tentaranya tewas dan sekitar 1.600 lainnya terluka selama operasi penyerangan dilakukan. Ukraina belum merilis angka resmi tentang jumlah prajuritnya yang tewas serta terluka. Sementara itu, menurut kantor hak asasi manusia PBB, serangan Rusia telah menewaskan 331 warga sipil dan melukai sekitar 675 lainnya.