REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl tidak lagi mengirimkan data ke Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Badan pengawas atom PBB tersebut menyuarakan keprihatinan terhadap staf yang bekerja di bawah penjagaan Rusia di fasilitas nuklir Ukraina.
Pada 24 Februari, Rusia menginvasi Ukraina dan merebut pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl yang sudah tidak berfungsi. Chernobyl mengalami bencana ledakan nuklir pada 1986 yang menewaskan ratusan orang dan menyebarkan kontaminasi radioaktif di seluruh Eropa. Kepala IAEA, Rafael Grossi mengindikasikan bahwa transmisi data jarak jauh dari sistem pemantauan pengamanan yang dipasang di PLTN Chernobyl telah hilang.
"Kami sedang mencari status sistem pemantauan perlindungan di lokasi lain di Ukraina dan akan segera memberikan informasi lebih lanjut,” ujar Grossi, dilansir Alarabiya, Rabu (9/3/2022).
IAEA menggunakan istilah “pengamanan” untuk menggambarkan tindakan teknis yang diterapkan pada bahan dan kegiatan nuklir. Hal ini bertujuan untuk mencegah penyebaran senjata nuklir melalui deteksi dini penyalahgunaan bahan tersebut.
Lebih dari 200 staf teknis dan penjaga berada di Chernobyl, dan bekerja 13 hari berturut-turut sejak dikuasai Rusia. IAEA yang mengutip regulator nuklir Ukraina mengatakan, kondisi staf di Chernobyl memburuk. Pembangkit listrik tenaga nuklir tersebut, berada di dalam zona eksklusi yang menampung reaktor yang dinonaktifkan serta fasilitas limbah radioaktif.
Lebih dari 2.000 staf masih bekerja di pembangkit nuklir itu, karena membutuhkan manajemen yang konstan untuk mencegah bencana nuklir lainnya. IAEA meminta Rusia untuk mengizinkan para pekerja bekerja secara bergantian. Karena kondisi fisik pekerja yang prima sangat penting untuk keselamatan pembangkit nuklir tersebut.
“Saya sangat prihatin dengan situasi sulit dan penuh tekanan yang dihadapi staf di pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl, dan potensi risiko yang ditimbulkannya untuk keselamatan nuklir. Saya meminta pasukan yang mengendalikan lokasi secara efektif untuk segera memfasilitasi rotasi personel yang aman di sana," kata Grossi.
Dengan terputusnya transmisi data jarak jauh dan regulator Ukraina hanya dapat menghubungi pabrik melalui email, Grossi mengulangi tawarannya untuk melakukan perjalanan ke Chernobyl atau tempat lain untuk mengamankan komitmen terhadap keselamatan dan keamanan pembangkit listrik Ukraina dari semua pihak. Pekan lalu, Rusia juga menyerang dan merebut pembangkit listrik tenaga atom terbesar di Eropa, Zaporizhzhia.
Zaporizhzhia memiliki enam reaktor dengan desain yang lebih modern dan lebih aman daripada reaktor yang dilebur di Chernobyl. IAEA mengatakan dua reaktor masih beroperasi, dan para pekerja bekerja dalam shift dan tingkat radiasi tetap stabil.