REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Hampir dua juta orang telah meninggalkan ibu kota Ukraina, Kiev saat pasukan Rusia bergerak maju ke kota tersebut. Wali Kota Kiev, Vitali Klitschko, mengatakan, separuh dari penduduk Kiev telah melarikan diri.
"Dari informasi kami, satu dari dua penduduk Kiev telah meninggalkan kota," kata Klitschko kepada televisi Ukraina.
Menurut citypopulation.de, sebuah situs web yang melacak statistik populasi di seluruh dunia, wilayah Kiev memiliki populasi sekitar 3,5 juta orang tahun lalu. Pasukan Rusia telah mencapai tepi timur laut kota Kiev. Moskow juga telah bergerak maju melakukan serangan di kota Kharkiv dan Mykolaiv. Klitschko mengatakan Kiev telah diubah menjadi benteng.
"Setiap jalan, setiap bangunan, setiap pos pemeriksaan telah dibentengi,” kata Klitschko, dilansir Aljazirah, Jumat (11/3).
Pada Rabu (8/3/2022), dua bom menghantam dua rumah sakit di sebuah kota di sebelah barat Kiev. Organisasi Kesehatan Dunia telah mengkonfirmasi 18 serangan terhadap fasilitas medis sejak invasi Rusia dimulai pada 24 Februari. Sebuah serangan udara juga menghantam rumah sakit bersalin di kota pelabuhan Mariupol, yang menewaskan tiga orang termasuk seorang anak.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric menyerukan agar serangan terhadap layanan kesehatan, rumah sakit, petugas kesehatan, dan ambulans segera dihentikan. Sementara Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris telah menyerukan penyelidikan atas tindakan Rusia di Ukraina.
Menteri Angkatan Bersenjata Inggris James Heappey mengatakan, menyerang rumah sakit adalah kejahatan perang terlepas dari apakah itu tindakan yang disengaja atau tidak disengaja. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengklaim, rumah sakit Mariupol telah direbut oleh pejuang sayap kanan dan menggunakannya sebagai pangkalan.
Lavrov dan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba menggelar pertemuan di kota Antalya, Turki pada Kamis (10/3). Kedua belah pihak membahas gencatan senjata tetapi tidak membuat kemajuan.
Lavrov mengatakan, Rusia siap untuk negosiasi lebih lanjut. Tetapi Moskow tidak mau mencabut tuntutannya. Dia mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin dapat bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk bernegosiasi lebih lanjut terkait tuntutan Rusia yang lebih luas, termasuk bahwa Ukraina harus dilucuti dan menerima status netral.