REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg mengatakan, pertempuran yang berlangsung di Ukraina tak boleh dibiarkan meluas menjadi peperangan antara NATO dan Rusia. Dia kembali menekankan penolakan atas permintaan Ukraina menerapkan zona larangan terbang di atas negara tersebut.
“Kami memiliki tanggung jawab untuk mencegah konflik ini meningkat di luar perbatasan Ukraina menjadi perang penuh antara Rusia dan NATO,” kata Stoltenberg di sela-sela forum diplomatik di Turki, Jumat (11/3/2022), dikutip laman France24.
Terkait penerapan zona larangan terbang yang diminta Ukraina, Stoltenberg mengungkapkan hal itu dapat mengarah pada perang penuh antara Rusia dan NATO. “(Karena) itu berarti kami harus siap menembak jatuh pesawat Rusia, karena zona larangan terbang bukan hanya sesuatu yang Anda nyatakan, (tapi) Anda juga harus terapkan,” ucapnya.
Menurut dia, jika Rusia dan NATO terlibat pertempuran penuh, dampak kehancurannya akan lebih buruk. Jumlah korban tewas pun bakal menjulang. Stoltenberg menjelaskan, pelatihan puluhan ribu tentara Ukraina oleh negara-negara anggota NATO dalam beberapa tahun terakhir, serta pasokan peralatan militer ke Kiev, telah terbukti sangat penting bagi pasukan Ukraina dalam menghadapi invasi Rusia.
Kendati demikian, Stoltenberg menegaskan, yang paling penting saat ini adalah Presiden Rusia Vladimir Putin harus segera mengakhiri peperangan di Ukraina. “Tarik semua kekuatannya dan terlibat dengan iktikad baik dalam upaya diplomatik untuk menemukan solusi politik,” ujarnya.
Dia juga memuji langkah Turki untuk memfasilitasi pembicaraan antara menteri luar negeri Rusia dan Ukraina di Antalya. “Penting bagi sekutu untuk terus mencoba mendukung, memfasilitasi solusi politik,” kata Stoltenberg.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov bertemu Menlu Ukraina Dmitry Kuleba di sela-sela forum diplomatik di Antalya, Turki, Kamis (10/3/2022). Itu merupakan pertemuan perdana mereka sejak Rusia melancarkan serangan ke Ukraina pada 24 Februari lalu.
Sebelum bertemu Lavrov di Antalya, Kuleba telah meredam ekspektasi tentang keberhasilan menyepakati kesepakatan gencatan senjata. Menurut Kuleba, prospek tersebut "terbatas" karena Moskow masih terus melakukan serangan dan pemboman ke Ukraina.
Kuleba berpendapat, tercapainya kesepakatan semacam itu bergantung pada instruksi dan arahan apa yang diberikan Kremlin kepada Lavrov. "Saya tidak menaruh harapan besar pada mereka, tapi kami akan mencoba dan mendapatkan yang terbaik dari pembicaraan," ujar Kuleba.
Pemerintah Rusia sebenarnya telah menyatakan siap melakukan pembicaraan dengan Ukraina. Namun mereka menghendaki semua tuntutannya, termasuk soal Ukraina mengambil posisi netral dan membatalkan aspirasinya bergabung dengan NATO, dipenuhi. Jika Kiev setuju memenuhi tuntutan tersebut, Moskow akan menghentikan agresinya.
Baca juga : Putin: Kenaikan Harga Energi Bukan Salah Rusia, tapi Barat
Sementara itu Menlu Turki Mevlut Cavusoglu mengungkapkan, Turki masih berharap bisa mempertemukan Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, sekaligus dihadiri Presiden Recep Tayyip Erdogan. "Tujuan utama kami adalah menyatukan tiga pemimpin," ucap Cavusoglu.
Turki merupakan anggota NATO yang telah membina hubungan dekat dengan Rusia dan Ukraina. Saat ini Ankara mencoba menyeimbangkan relasi dengan kedua negara tersebut. Mengambil posisi netral, Turki berusaha memfasilitasi negosiasi antara Kiev dan Moskow.