REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan, perlawanan keras Ukraina terhadap invasi pasukan militer Rusia dapat menjadi model bagi Taiwan. Menurut pejabat tersebut, Taiwan harus dapat mempertahankan diri jika China melakukan serangan.
Amerika Serikat tidak memiliki hubungan formal dengan Taiwan, tetapi merupakan pemasok senjata utama. Amerika Serikat telah lama mendesak Taiwan untuk membeli sistem pertahanan yang hemat biaya, atau yang disebut senjata “asimetris” untuk melawan militer China yang lebih kuat.
“Saya pikir situasi yang kita lihat di Ukraina saat ini adalah studi kasus yang sangat berharga terkait mengapa Taiwan perlu melakukan semua upaya untuk membangun kemampuan asimetris, dan menyiapkan populasinya, jika China memilih untuk melanggar kedaulatannya,” kata Asisten Menteri Pertahanan untuk Strategi, Rencana, dan Kemampuan, Mara Karlin.
China mengecam referensi apa pun yang menyebut Taiwan sebagai negara merdeka. Duta besar Beijing untuk Washington memperingatkan, dorongan AS untuk kemerdekaan Taiwan dapat memicu konflik militer antara kedua negara adidaya.
"Ini tidak hanya akan mendorong Taiwan ke dalam situasi genting, tetapi juga membawa konsekuensi yang tak tertahankan bagi pihak AS," kata juru bicara kedutaan besar China di Washington, Liu Pengyu.
Asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Politik-Militer, Jessica Lewis, mengatakan, Amerika Serikat terus mendesak Taiwan untuk mendapatkan sistem asimetris. Taiwan perlu memprioritaskan pertahanan udara jarak pendek, ranjau laut angkatan laut, dan pertahanan pantai serta rudal jelajah.
Lewis mengatakan, Taiwan juga perlu mengambil isyarat tentang reformasi pasukan cadangan dari Ukraina, yang memiliki unit pertahanan teritorial sukarela dan sekitar 900.000 tentara cadangan. Taiwan harus mempersiapkan penduduknya untuk siap berperang.
“Jelas kami tidak ingin ada konflik di Taiwan. Taiwan baru saja membentuk organisasi mobilisasi pertahanan, yang bekerja sama dengan Garda Nasional AS dalam tahap pengembangan," kata Lewis.