REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Maskapai terbesar Maroko, Royal Air Maroc mengoperasikan penerbangan langsung pertama ke Israel. Penerbangan langsung pertama ini merupakan tindak lanjut dari normalisasi Israel dan Maroko yang dicapai pasa 2020.
Maskapai nasional tersebut akan mengoperasikan penerbangan dari Casablanca pada Selasa, Rabu, Kamis, dan Ahad. Tiket penerbangan langsung itu dibanderol dengan harga 400 euro atau 440 dolar AS.
"Sangat menggembirakan melihat iklan besar di dinding Casablanca, mempromosikan penerbangan Royal Air Maroc pertama ke Tel Aviv. Dengan itu, saya mengundang saudara-saudara kami di Maroko kami untuk mengunjungi Israel," ujar Kepala kantor penghubung Israel di negara Arab, David Govrin, dilansir Middle East Monitor, Selasa (15/3/2022).
Sumber penerbangan mengkonfirmasi bahwa, delegasi bisnis Maroko berada di penerbangan perdana menuju ke Tel Aviv. Penerbangan perdana Royal Air Maroc awalnya dijadwalkan pada Desember, namun tertunda karena pandemi Covid-19.
Pada Februari lalu, Israel menandatangani kesepakatan ekonomi dan perdagangan dengan Maroko pada pekan depan. Israel dan Maroko ingin memperluas kerja sama perdagangan sejak mereka menormalkan hubungan pada akhir 2020 lalu.
"Maroko adalah negara penting bagi Israel secara politik, ekonomi dan budaya,” kata Menteri Ekonomi Israel, Orna Barbivai.
Perdagangan antara Israel dan Maroko masih berada dalam skala kecil, tetapi terus meningkat. Kementerian Ekonomi Israel mencatat, total perdagangan dengan Maroko pada 2021 mencapai 131 juta dolar AS.
“Meskipun ada ikatan perdagangan dan industri Israel yang ada di Maroko, ruang lingkup kerja sama ekonomi masih terbatas. Jika direalisasikan (kerja sama ini) secara signifikan akan berkontribusi pada kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi kedua negara,” ujar Barbivai.
Maroko merupakan salah satu negara Arab yang menormalisasi hubungan dengan Israel di bawah Kesepakatan Abraham. Kesepakatan Abrahan dinegosiasikan di bawah mantan Pesiden Amerika Serikat Donald Trump. Kesepakatan ini juga tetap didukung oleh pemerintahan Presiden Joe Biden.
Bahrain dan Uni Emirat Arab juga telah menormalkan hubungan dengan Israel di bawah perjanjian tersebut. Sudan juga telah menormalkan hubungan dengan Israel, tetapi keduanya belum menjalin hubungan diplomatik secara formal karena ketidakstabilan yang bergolak di Khartoum. Rizky Jaramaya