REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Invasi Rusia ke Ukraina merupakan serangan ilegal terburuk yang dilakukan satu negara ke negara lain sejak Perang Dunia II. Invasi ini jelas melanggar Piagam PBB yang melarang "penggunaan kekuatan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun."
Baru-baru ini Presiden Rusia Vladimir Putin juga mengancam bila rakyat Ukraina terus melawan maka mereka "mempertaruhkan masa depan negara Ukraina." Selain itu juga muncul begitu banyak bukti kejahatan perang yang dilakukan Rusia di Ukraina termasuk serangan pada warga sipil.
Menurut profesor hukum internasional dari Yale Law School Oona A Hathaway pelanggar hukum internasional yang dilakukan Rusia diikuti langkah penegakan hukum yang luar biasa. Serangan Rusia mendorong Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan sebagian besar negara lain di dunia menerapkan sanksi terkoordinir terhadap Moskow.
Sanksi-sanksi tersebut diberlakukan sebagai bentuk hukuman karena Rusia melanggar Piagam PBB. Hasilnya sanksi-sanksi itu memberi pesan yang jelas: invasi ke Ukraina tidak hanya mengancam negara itu tapi juga ketertiban internasional.
"Dengan ikut menerapkan sanksi, negara-negara di seluruh dunia menegaskan, mereka juga, menolak invasi ilegal Rusia dan pelanggaran yang mencerminkannya," tulis Hathaway di Foreign Affairs, Selasa (15/3/2022).
Hathaway mengatakan hukum internasional kontemporer merespons pelanggaran tidak dengan perang. Tapi dengan apa yang ia dan Scott J Shapiro sebut sebagai outcasting. Ia menjelaskan outcasting adalah sanksi yang tidak mengizinkan sebuah negara yang melanggar hukum internasional mendapatkan manfaat dari kerjasama global.
"Dalam kasus ini, outcasting tidak hanya melibatkan sanksi-sanksi ekonomi tapi juga melarang atlet Rusia untuk berpartisipasi dalam ajang olahraga internasional, melarang pesawat Rusia terbang di langit Eropa dan AS, dan membatasi media Rusia mengakses audiens Eropa," tulis Hathaway.
Selain itu, tambah Hathaway, institusi hukum internasional yang mati suri dapat tiba-tiba bangkit kembali untuk merespons invasi. Beberapa hari setelah Rusia menyerang Ukraina, kepala jaksa Mahkamah Internasional (ICC) mengumumkan akan menggelar penyidikan atas kemungkinan kejahatan perang yang dilakukan Rusia.
Ukraina juga telah meminta ICJ untuk mengintervensi konflik ini. Dorongan untuk membentuk tribunal khusus untuk mempersidangkan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan juga kian menguat.