Rabu 16 Mar 2022 03:05 WIB

Parlemen Ukraina Perpanjang Masa Darurat Selama Satu Bulan

Dampak ekonomi atas perang terutama menimpa negara-negara berkembang dan miskin.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Gambar satelit yang disediakan oleh Maxar Technologies ini menunjukkan pemandangan gedung apartemen sebelum invasi Rusia di distrik Zhovtnevyi di barat Mariupol, Ukraina, pada 21 Juni 2021.
Foto: ap/Maxar Technologies
Gambar satelit yang disediakan oleh Maxar Technologies ini menunjukkan pemandangan gedung apartemen sebelum invasi Rusia di distrik Zhovtnevyi di barat Mariupol, Ukraina, pada 21 Juni 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, LVIV -- Parlemen Ukraina memutuskan untuk memperpanjang masa darurat untuk 30 hari lagi. Perpanjangan yang dimulai 26 Maret ini diputuskan dalam pemungutan suara, Selasa (15/3/2022) dengan menyetujui legislasi yang diajukan Presiden Volodymyr Zelenskyy.

Perang di Ukraina di mulai pada 24 Februari lalu ketika Presiden Rusia Vladimir Putin meluncurkan apa yang ia sebut operasi khusus militer. Invasi ini merupakan serangan terbesar satu negara ke negara lain di Eropa sejak Perang Dunia II.

Baca Juga

Sebelumnya dilaporkan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengingatkan bahwa invasi Rusia ke Ukraina menjadi pedang yang berdampak buruk bagi ekonomi global. Dampak ekonomi atas perang terutama menimpa negara-negara berkembang dan miskin yang menghadapi meroketnya harga makanan, bahan bakar dan pupuk.

Guterres mengatakan pada Senin (14/3/2022) waktu setempat, bahwa Rusia dan Ukraina mewakili lebih dari setengah pasokan minyak biji bunga matahari dunia dan sekitar 30 persen gandum dunia. Ia mencatat, 45 negara kurang berkembang mengimpor setidaknya sepertiga gandum mereka dari Ukraina dan Rusia. Sedangkan 18 negara mengimpor setidaknya 50 persen.

"Harga biji-bijian telah melampaui harga pada awal Musim Semi Arab dan kerusuhan pangan 2007-2008," kata Guterres dikutip laman Aljazirah.

Negara-negara tersebut termasuk Mesir, Republik Demokratik Kongo, Burkina Faso, Lebanon, Libya, Somalia, Sudan dan Yaman. "Semua ini memukul yang paling miskin dan menanam benih untuk ketidakstabilan politik dan kerusuhan di seluruh dunia," ujar Guterres memperingatkan.

Ia juga mengatakan negara-negara yang paling rentan telah berusaha untuk pulih dari pandemi COVID-19 dan bersaing dengan rekor inflasi, kenaikan suku bunga, dan utang yang menjulang sebelum perang Ukraina. Guterres mengumumkan tambahan 40 juta dolar AS dari dana darurat PBB untuk memindahkan pasokan penting makanan, air, dan obat-obatan ke Ukraina. Setidaknya 1,9 juta orang mengungsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement