REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Mahkamah Agung Israel menggelar sidang pada Selasa (15/3/2022), tentang petisi terhadap upaya tentara Israel menggusur lebih dari 1.000 penduduk Palestina di wilayah pedesaan, di daerah pendudukan Tepi Barat. Setelah dua dekade manuver hukum yang tidak meyakinkan, pengadilan tinggi akan segera mengeluarkan keputusan terkait langkah tentara Israel yang menghancurkan delapan komunitas kecil di Tepi Barat selatan dekat Hebron.
Para pemohon mengatakan, penggusuran yang dilakukan tentara Israel akan membuat lebih dari 1.000 orang Palestina kehilangan tempat tinggal. Termasuk membahayakan cara hidup mereka yang nomaden selama beberapa generasi, dengan mencari nafkah dari bertani dan menggembala. Tentara Israel menggusur komunitas Palestina karena wilayah tersebut merupakan zona tembak.
"Mereka telah menyeret kami dari satu sidang ke pengadilan lainnya selama 22 tahun. Insya Allah, hakim akan membiarkan kami tinggal di tanah kami karena kami tidak punya pilihan lain," ujar salah satu pemohon Palestina di pengadilan, Othman al-Jabareen.
Penuntut negara Israel dalam sidang mengatakan, militer Israel secara meyakinkan telah menyatakan pentingnya zona tembak ini untuk pelatihan militer. "Kami telah memeriksa masalah itu berulang kali," ujarnya.
Daerah yang berada dalam sengketa itu memiliki luas sekitar 3.000 hektare, dan terletak dekat perbatasan Tepi Barat-Israel. Orang Palestina menyebut daerah itu sebagai Masafer Yatta. Sementara, orang Israel menyebutnya sebagai Perbukitan Hebron Selatan.
Pada 1999, militer Israel menggusur ratusan penduduk Palestina dari rumah mereka setelah menyatakan daerah itu sebagai zona tembak. Petisi awal diajukan pada 2000, dan pengadilan memerintahkan pemerintah Israel untuk mengizinkan penduduk kembali ke rumah mereka sambil menunggu keputusan akhir.
Setelah penundaan berulang kali dan upaya mediasi yang gagal, pemerintah dan militer Israel mengajukan tanggapan terhadap petisi Palestina pada 2012. Selama dua dekade terakhir, penduduk Palestina tidak diberi izin untuk membangun bangunan baru.
Tentara Israel menghancurkan bangunan baru, termasuk rumah, sumur air dan panel surya. Selain itu, militer Israel melakukan latihan secara sporadis. Warga Palestina di daerah itu juga mengatakan bahwa, mereka telah berjuang untuk terhubung ke jaringan air dan listrik yang dapat diakses oleh pemukiman Yahudi di dekatnya.
"Kasus ini bukan tentang zona tembak, ini tentang mengambil alih tanah karena tidak seperti daerah lain, sebagian besar tanah ini milik pribadi. Pada dasarnya ini adalah pengambilalihan tanah tanpa kompensasi," kata Shlomo Lecker, bersama dengan Asosiasi Hak Sipil di Israel, mewakili 200 dari keluarga Palestina di bawah ancaman pemindahan.
Di luar pengadilan Yerusalem, puluhan pengunjuk rasa Israel yang menentang pendudukan Israel di Tepi Barat sejak perang 1967 mengangkat spanduk bertuliskan, "Keluarga bukan zona tembak" dan "Masafer Yatta bukan taman bermain militer".