REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Hampir 70 persen perusahaan Jepang memperkirakan kejatuhan dari krisis di Ukraina akan merugikan pendapatan mereka, sebuah jajak pendapat Reuters menunjukkan. Mayoritas dari mereka mengutip lonjakan harga minyak sebagai perhatian utama.
Survei Reuters Corporate terbaru menyoroti kemungkinan lebih banyak penderitaan di masa depan bagi perusahaan-perusahaan di Jepang yang miskin sumber daya. Pelemahan yen semakin menambah biaya komoditas dan menumpuk lebih banyak tekanan pada rumah tangga.
Sebanyak 69 persen perusahaan yang disurvei mengatakan mereka memperkirakan krisis akan memukul pendapatan, dengan 9,0 persen perusahaan mengatakan mereka memperkirakan dampak yang besar.
"Ketika harga barang dagangan naik, konsumen cenderung menyukai barang dan jasa yang lebih murah karena mereka menjadi lebih hemat," tulis seorang manajer pengecer dalam survei, yang mensurvei 500 perusahaan nonkeuangan antara 2 Maret dan 11 Maret.
Sekitar 240 perusahaan menanggapi dengan syarat anonim. "Kami prihatin dengan biaya bahan baku serta fluktuasi mata uang," kata seorang manajer di pembuat mesin.
Kekhawatiran global tentang pasokan minyak Rusia telah mendorong harga minyak di atas 100 dolar AS per barel ke tingkat yang tidak terlihat dalam hampir satu dekade dan harga banyak komoditas lain dari logam hingga biji-bijian juga melonjak.
Sementara itu, yen telah jatuh ke level terlemahnya dalam lima tahun, di 118 per dolar AS, lebih lanjut menaikkan harga minyak dan impor lainnya untuk pembeli Jepang.
Dari perusahaan yang menyebutkan kekhawatiran tentang dampak dari krisis Ukraina, 63 persen memilih lonjakan harga minyak sebagai kekhawatiran utama mereka sementara 15 persen menyebutkan gangguan rantai pasokan sebagai kekhawatiran utama mereka.
Ditanya bidang apa yang paling mereka ingin pemerintah fokuskan, 63 persen perusahaan memilih upaya untuk melawan energi dan kenaikan harga yang lebih luas, 50 persen memilih strategi pertumbuhan ekonomi, dan 43 persen memilih langkah-langkah COVID-19.
Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk menyusun paket stimulus ekonomi baru untuk membantu meringankan beban biaya energi yang tinggi, kantor berita Kyodo melaporkan pada Rabu (16/3/2022). Secara terpisah, pemerintah juga mengatakan akan menaikkan subsidi bensin untuk distributor minyak ke batas atas guna membantu meringankan tekanan biaya.