REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan Perserikatan (DK) Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengadopsi resolusi untuk secara resmi membantu Afghanistan. Namun DK PBB tetap tidak mengakui kepemimpinan Taliban di Afghanistan.
Resolusi dibuat tanpa menyebutkan kata "Taliban". Resolusi tersebut menjabarkan mandat baru untuk misi politik PBB di Afghanistan, yang penting bagi perdamaian. Berdasarkan hasil pemungutan suara, sebanyak 14 negara mendukung resolusi, sedangkan ada satu negara yang abstain yaitu Rusia.
Resolusi tersebut mencakup beberapa kerja sama di bidang kemanusiaan, politik dan hak asasi manusia. Termasuk perempuan, anak-anak, dan jurnalis. Duta Besar Norwegia untuk PBB, Mona Juul, mengatakan, mandat baru untuk UNAMA (misi PBB untuk Afghanistan) sangat penting untuk menanggapi krisis kemanusiaan dan ekonomi.
Misi PBB itu juga bertugas untuk mencapai tujuan perdamaian dan stabilitas secara menyeluruh di Afghanistan. Juul mengatakan, Norwegia merupakan salah satu negara yang ikut menyusun resolusi tersebut.
“Dewan (Keamanan) memberikan pesan yang jelas dengan mandat baru ini, yaitu UNAMA memiliki peran penting dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas di Afghanistan, dan untuk mendukung rakyat Afghanistan saat mereka menghadapi tantangan dan ketidakpastian yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Juul, dilansir Aljazirah, Jumat (18/3/2022).
Aljazirah mengatakan, resolusi tersebut merupakan pembaruan mandat PBB untuk beroperasi di Afghanistan. Semua anggota Dewan Keamanan sepakat bahwa Afghanistan membutuhkan bantuan PBB untuk menghindari keruntuhan ekonomi dan bencana kemanusiaan.
Namun persoalannya adalah bagaimana cara agar bantuan kemanusiaan itu tidak jatuh ke tangan Taliban. Ada banyak diskusi tentang bagaimana membawa bantuan ke Afghanistan tanpa secara resmi mengakui Taliban.
Pada Agustus 2021, Taliban menduduki Afghanistan saat pasukan internasional pimpinan Amerika Serikat menarik diri dari Kabul setelah 20 tahun berperang. Setelah mengambil alih, Taliban mengumumkan susunan pemerintahan yang diisi oleh laki-laki.
Dunia internasional menyerukan agar Taliban membentuk pemerintahan yang inklusif. Namun hal ini tidak tercermin dalam susunan kepemimpinan Taliban.