Jumat 18 Mar 2022 23:09 WIB

Palang Merah Minta Rusia-Ukraina Ringankan Penderitaan Warga Sipil

Perang Rusia Ukraina mengakibatkan penderitaan parah bagi rakyat

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
 Seorang pengungsi Ukraina mengambil sup di stasiun kereta api di Przemysl, Polandia tenggara, Kamis, 17 Maret 2022. Polandia telah menerima sekitar 1,95 juta pengungsi yang melarikan diri dari perang dan agresi Rusia di Ukraina.
Foto: AP/Petros Giannakouris
Seorang pengungsi Ukraina mengambil sup di stasiun kereta api di Przemysl, Polandia tenggara, Kamis, 17 Maret 2022. Polandia telah menerima sekitar 1,95 juta pengungsi yang melarikan diri dari perang dan agresi Rusia di Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV — Presiden Komite Internasional Palang Merah (ICRC) Peter Maurer pada Kamis (17/3) meminta Rusia dan Ukraina memberikan secercah harapan guna meringankan penderitaan warga sipil yang takut dan terjebak dalam konflik. 

Menurutnya, invasi Rusia sejak 24 Februari telah menimbulkan kehancuran luas dan orang-orang ketakutan akan masa depan mereka. 

Baca Juga

Maurer berada di Kyiv dalam kunjungan lima hari ke Ukraina. Kedatangannya, untuk mengajukan permohonan mendesak kepada kedua belah pihak agar memberi kelonggaran bagi warga sipil. 

Karena dia melihat bahwa koridor jalur aman yang didirikan pada Selasa (15/3) untuk mengeluarkan non-pejuang keluar dari kota timur laut Sumy memberikan alasan untuk bisa lebih optimis. 

"Saya mengimbau para pihak untuk mengambil setiap kesempatan untuk membangun langkah-langkah kecil untuk meringankan penderitaan, seperti secercah harapan yang kita lihat pekan ini di Sumy," katanya, tentang kemanusiaan yang membantu ribuan orang melarikan diri dari bahaya. 

"Sekilas kemanusiaan ini adalah sesuatu yang sangat kita butuhkan," katanya dilansir dari Ahram Online, Jumat (18/3/2022). 

Dia menyerukan kesepakatan konkret untuk memberi warga sipil jalan keluar yang aman dari kota-kota seperti Mariupol yang terkepung, agar bantuan diizinkan masuk, agar non-kombatan dilindungi, infrastruktur sipil dihindarkan, dan tawanan perang diperlakukan dengan bermartabat. 

"Warga sipil yang terkena dampak konflik di Ukraina takut dengan apa yang akan terjadi di masa depan," kata Maurer. 

"Keluarga berkerumun di ruang bawah tanah yang tidak dipanaskan mengetahui bahwa lingkungan mereka sekarang adalah garis depan. Wanita dan anak-anak berjalan dalam cuaca dingin untuk mencari tempat berlindung. Krisis semakin dalam dari jam ke jam,” ujarnya. 

Maurer mengatakan dia juga harus berlindung di bawah tanah ketika peringatan serangan udara dibunyikan. 

"Saya menghormati aturan bahwa ketika sirene berbunyi dan ada sinyal risiko yang jelas, kami sementara pindah ke bunker," ungkapnya. 

Penderitaan Mariupol 

Selama berhari-hari pasukan Rusia membombardir Mariupol, memutus pasokan listrik, makanan dan air. Ukraina mengatakan lebih dari 2.000 orang telah meninggal di kota, sebuah target utama dari serangan Rusia.  

Ukraina pada Kamis menuduh Rusia mengebom sebuah teater yang melindungi lebih dari 1.000 warga sipil di dalamnya. "Penderitaan di Mariupol tidak boleh menjadi masa depan Ukraina," tegas Maurer. 

Mantan diplomat Swiss itu mengatakan 30 hingga 40 staf ICRC yang tetap berada di Mariupol pergi pada Rabu, setelah mereka tidak bisa lagi beroperasi sama sekali. Namun mereka akan kembali lagi dengan bantuan kemanusiaan sesegera mungkin. 

Maurer yakin bahwa lebih banyak kesepakatan tentang rute keluar yang aman dapat dicapai antara pasukan Ukraina dan Rusia, mengingat "perkembangan positif" di koridor aman dalam beberapa hari terakhir. 

Dia mengatakan penahanan itu disebabkan oleh kurangnya kepercayaan antara pihak-pihak yang berseberangan, situasi militer di lapangan, dan jalan-jalan yang terkontaminasi senjata yang perlu dibersihkan. 

“Banyak yang akan tergantung pada apakah pembicaraan mengarah pada gencatan senjata sementara dan sebagian, yang tentu saja akan memfasilitasi pekerjaan kemanusiaan, atau apakah kita akan melihat intensifikasi perang lagi,” katanya. 

 

Sumber: Ahram  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement