REPUBLIKA.CO.ID, DILI -- Para pemilih di Timor Leste menuju ke tempat pemungutan suara pada Sabtu (19/3/2022). Negara termuda di Asia itu menyelenggarakan pemilihan presiden kelimanya sejak kemerdekaan.
Terdapat 16 calon presiden yang berpartisipasi dalam pemilihan presiden kali ini. Presiden pejawat Francisco "Lu Olo" Guterres kembali ikut dalam pemilihan tersebut. Kemudian ada tokoh menjadi pesaingnya seperti tokoh kemerdekaan, mantan presiden, dan peraih Nobel, Jose Ramos-Horta.
Selain tokoh-tokoh kemerdekaan yang disebut "generasi gerilya" bangsa masih mendominasi calon presiden, untuk pertama kalinya juga ada empat calon perempuan. Salah satunya adalah Wakil Perdana Menteri Armanda Berta Dos Santos.
Sebuah jajak pendapat baru-baru ini oleh universitas nasional di Timor Leste menunjukkan bahwa Ramos-Horta dan Guterres adalah favorit pemilih. Ramos-Horta memimpin perolehan jajak pendapat tersebut dengan memperoleh dukungan sebesar 39 persen dari peserta survei.
Jika tidak ada kandidat yang memenangkan suara mayoritas secara langsung, pemungutan suara akan dilanjutkan ke putaran kedua. Hanya dua kandidat dengan perolehan suara teratas akan maju pada 19 April.
Hingga saat ini, Timor Leste masih berjuang dengan ketidakstabilan politik. Setelah pemilihan terakhir pada 2018, Guterres menolak untuk mengambil sumpah beberapa menteri dari Kongres Nasional Rekonstruksi Timor Leste (CNRT), sebuah partai politik yang dipimpin oleh mantan perdana menteri dan pemimpin perlawanan Xanana Gusmao.
Langkah itu memicu rantai keretakan politik yang sedang berlangsung. Dalam pidato yang disiarkan pada Kamis (17/3/2022), Ramos-Horta yang didukung oleh partai CNRT Xanana mengatakan dia mencalonkan diri kembali karena merasa presiden saat ini telah melebihi kekuasaannya.
Dalam sistem politik Timor Leste, presiden juga berbagi beberapa kekuasaan eksekutif dan mengangkat pemerintahan. Selain itu, presiden memiliki kekuasaan untuk memveto menteri atau membubarkan parlemen.