REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kementerian Pertahanan Rusia pada Jumat (18/3/2022) mengklaim bahwa, Dinas Keamanan Ukraina (SBU) berencana menghancurkan sebuah rumah sakit di Dnipro, dan melemparkan tanggung jawab kepada Rusia. Juru bicara Kementerian Pertahanan, Igor Konashenkov, menekankan, Rusia tidak memiliki rencana untuk menyerang bangunan apa pun di Dnipro.
"Rencana ledakan gedung rumah sakit akan dilakukan selama penerbangan Rusia di atas Dnepropetrovsk," kata Konashenkov, dilansir Anadolu Agency, Sabtu (19/3/2022).
Sebelumnya Konashenkov menuduh militer Ukraina menyerang daerah pemukiman di Melitopol, dengan munisi tandan. Dia mengatakan, serangan itu berhasil dihalau oleh sistem pertahanan udara Rusia.
"Penembakan dilakukan dari kota Zaporizhzhia, yang sepenuhnya dikendalikan oleh unit nasionalis Ukraina. Angkatan Bersenjata Federasi Rusia mendeteksi peluncuran rudal balistik Ukraina dan menghancurkannya dengan dua rudal Iskander," kata Konashenkov.
Menurut Konashenkov, Melitopol, yang berada di bawah kendali Rusia, terus menjalani kehidupan normal. Dia mencatat serangan baru di objek infrastruktur militer Ukraina. Termasuk tempat parkir jet tempur Ukraina di Lviv yang dihantam dengan senjata presisi tinggi, serta gudang amunisi dan teknik militer di pinggiran Nikolayev dan Voznesensk.
Kemudian, satu kendaraan udara tak berawak dan 54 fasilitas militer dihantam oleh serangan udara. Termasuk tiga pos komando, empat peluncur roket ganda, empat depot amunisi dan 44 tempat akumulasi peralatan militer.
“Secara total, sejak awal operasi militer khusus, 184 kendaraan udara tak berawak, 1.412 tank dan kendaraan tempur lapis baja lainnya, 142 peluncur roket ganda, 542 artileri lapangan dan senjata mortir, serta 1.211 unit kendaraan militer khusus telah dihancurkan," ujar Konashenkov.
Konashenkov juga mengatakan, 90 persen wilayah Luhansk berada di bawah kendali angkatan bersenjata Rusia. Termasuk pasukan pemberontak dari wilayah Donetsk dan Luhansk yang memisahkan diri di Ukraina.
Dalam pernyataan terpisah, Kepala Pusat Manajemen Pertahanan Nasional Rusia, Mikhail Mizintsev, mengatakan, militer Rusia melakukan negosiasi dengan militer Ukraina di kota Mariupol. Menurut Mizintsev, Kiev mendesak pasukan untuk mengorbankan diri demi kemenangan, dan berjanji mereka akan mendapatkan status "martir Mariupol".
Selain itu, Mizintsev mengatakan, Kiev juga mengatakan 200 ribu warga sipil di Mariupol berfungsi sebagai perisai manusia. Mizintsev secara resmi menghubungi pihak berwenang Kiev tentang pembukaan koridor kemanusiaan. Tetapi permintaan itu ditolak.
"Kami menjamin kehidupan nasionalis yang telah meletakkan senjata mereka dan berjanji untuk menyediakan koridor kemanusiaan untuk jalan keluar mereka ke wilayah yang dikendalikan oleh Kiev. Sebagai tanggapan, kami menerima penolakan dari pejabat tinggi di Kiev" kata Mizintsev.
Mizintsev mengatakan, Ukraina mengklaim bahwa penduduk Mariupol tidak ingin meninggalkan kota ke arah Rusia. Namun pada kenyataannya banyak yang memilih arah itu. Lebih dari 4,5 juta orang Ukraina dan lebih dari 6.000 orang asing saat ini masih terjebak di beberapa kota besar, termasuk ibu kota Kiev, Kharkiv, Chernihiv dan Sumy.
"Nasionalis menahan secara paksa 6.921 warga negara asing dari 23 negara, serta awak tujuh puluh kapal asing yang diblokir di pelabuhan Ukraina," ujar Mizintsev.
Pada Jumat (18/3/2022), sebanyak 181 warga asing dievakuasi tanpa partisipasi dari Ukraina. Mereka di antaranya 32 warga Nigeria, 23 Uzbek, 17 Kazakh, 7 Lebanon, 6 Sri Lanka, empat Pakistan, satu Serbia, satu Tunisia, dan 90 Ukraina.