REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menuding Rusia merencanakan penggunaan senjata kimia dan biologis di Ukraina. Dia memperingatkan, Moskow akan menerima konsekuensi berat dari Barat jika melakukan hal tersebut.
Biden mengatakan, Rusia telah menuding Ukraina memiliki senjata biologis dan kimia. “Itu tanda yang jelas bahwa dia (Presiden Rusia Vladimir Putin) mempertimbangkan untuk menggunakan keduanya,” ujarnya dalam pertemuan para pemimpin bisnis di Washington pada Senin (21/3/2022).
Biden pun membantah tuduhan Putin yang menyebut AS memiliki senjata kimia dan biologis di Eropa. “Tidak benar (tuduhan Putin). Saya jamin pada kalian,” ucapnya.
Tuduhan Biden tentang kemungkinan Rusia menggunakan senjata kimia dan biologis di Ukraina telah disampaikan oleh pejabat-pejabat di pemerintahannya awal bulan ini. Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki, misalnya, membantah tudingan Moskow tentang Ukraina berusaha menyembunyikan dugaan program senjata kimia yang didukung AS.
“Rusia telah membuat klaim palsu ini. Kita semua harus waspada terhadap Rusia yang mungkin menggunakan senjata kimia atau biologis di Ukraina, atau untuk membuat operasi bendera palsu dengan menggunakannya,” kata Psaki lewat akun Twitter resminya.
Sebelumnya juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengklaim, pihaknya memiliki dokumen yang menunjukkan Kementerian Kesehatan Ukraina telah memerintahkan penghancuran sampel wabah, kolera, antraks, dan patogen lainnya. Perintah penghancuran dirilis sebelum Rusia melancarkan serangan ke Ukraina pada 24 Februari lalu.
Zakharova mengungkapkan, dokumen yang digali pasukan Rusia di Ukraina memperlihatkan upaya darurat untuk menghapus bukti program biologis militer. Pentagon dituduh membiayai kegiatan tersebut. Sama seperti AS, Ukraina pun telah membantah klaim Rusia tersebut.
Seperti banyak negara lain, Ukraina memiliki laboratorium kesehatan masyarakat. Di fasilitas itu mereka meneliti cara mengurangi ancaman penyakit berbahaya yang menyerang hewan dan manusia. Laboratoriumnya telah menerima dukungan dari AS, Uni Eropa dan Organisasi Kesehatan Dunia.