Selasa 22 Mar 2022 21:50 WIB

Kedubes AS: Pasukan Rusia Culik 2.389 Anak dari Donetsk dan Luhansk

Kedubes Rusia memgaku mengevakuasi ribuan anak itu, tapi bukan menclik.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Pabrik metalurgi Azovstal terlihat di pinggiran kota Mariupol, Ukraina timur, Rabu, 23 Februari 2022.
Foto: AP Photo/Sergei Grits
Pabrik metalurgi Azovstal terlihat di pinggiran kota Mariupol, Ukraina timur, Rabu, 23 Februari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Kedutaan Besar Amerika Serikat (Kedubes AS) di Kiev, Ukraina mengatakan, sebanyak 2.389 anak-anak Ukraina telah dipindahkan secara ilegal dari wilayah yang dikuasai Rusia, Luhansk dan Donetsk. Kedubes AS mengutip data dari Kementerian Luar Negeri Ukraina, Selasa (22/3/2022).

"Anak-anak itu secara ilegal dibawa ke Rusia. Ini bukan pertolongan. Ini adalah penculikan," kata Kedubes AS dikutip laman The Guardian, Selasa (22/3/2022).

Baca Juga

Kiev menuduh Moskow secara ilegal mendeportasi anak-anak dari Mariupol di tengah laporan bahwa pasukan Rusia mengarahkan warga sipil ke wilayah timur Donbas yang dikuasai Rusia.

Dalam sebuah pernyataan pada Senin, kementerian luar negeri Ukraina menyebut langkah deportasi lebih dari 2.000 anak dari dua wilayah terebut merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.

Jaksa Umum Ukraina Iryna Venediktova menuduh pasukan Rusia menargetkan anak-anak dalam perang ini. "Pasukan Rusia tidak hanya menargetkan dan membunuh anak-anak kita, tetapi juga memindahkan mereka secara paksa ke RF. Investigasi sedang berlangsung atas pemindahan paksa 2.389 anak-anak dari wilayah yang diduduki sementara Ukraina ke Rusia," katanya di Twitter.

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pada Ahad lalu bahwa 16.434 orang, termasuk 2.389 anak-anak dievakuasi sehari sebelumnya. Evakuasi terjadi di berbagai tempat, termasuk di Republik Rakyat Donetsk yang didukung Rusia dan Republik Rakyat Luhansk. Menurut Rusia orang-orang pergi atas kemauan mereka sendiri.

UNICEF mengomentari laporan terbaru ini pada Selasa (22/3/2022). Pihaknya sangat khawatir, meskipun mencatat bahwa mereka belum dapat memverifikasinya secara independen.

"Penculikan anak-anak selama masa perang adalah salah satu dari enam pelanggaran berat terhadap anak-anak dalam konflik dan dilarang menurut hukum humaniter internasional," kata juru bicara UNICEF James Elder seperti dikutip laman CNN International, Selasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement