Jumat 25 Mar 2022 02:15 WIB

Kisah Bocah 18 Bulan akan Berobat Malah Jadi Korban Kecelakaan Pesawat China

Keluarga muda dengan anak 18 bulan menjadi korban kecelakaan pesawat China Eastern

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Christiyaningsih
 Dalam gambar yang diambil dari rekaman video yang dijalankan oleh CCTV China, personel darurat bersiap untuk melakukan perjalanan ke lokasi kecelakaan pesawat di dekat Wuzhou di Daerah Otonomi Guangxi Zhuang barat daya China, Senin, 21 Maret 2022. Boeing 737-800 China Eastern dengan lebih banyak dari 100 orang di dalamnya jatuh di provinsi selatan Guangxi pada hari Senin, kata para pejabat.
Foto: AP Photo/CCTV via AP
Dalam gambar yang diambil dari rekaman video yang dijalankan oleh CCTV China, personel darurat bersiap untuk melakukan perjalanan ke lokasi kecelakaan pesawat di dekat Wuzhou di Daerah Otonomi Guangxi Zhuang barat daya China, Senin, 21 Maret 2022. Boeing 737-800 China Eastern dengan lebih banyak dari 100 orang di dalamnya jatuh di provinsi selatan Guangxi pada hari Senin, kata para pejabat.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Penerbangan China Eastern Airlines jatuh pada Senin (21/3/2022) sore dari ketinggian lebih dari 6.000 meter (20 ribu kaki) hingga menewasan 132 orang. Penyebab kecelakaan itu tidak diketahui dan penyelidik mengatakan untuk menentukannya bisa jadi sulit mengingat situasinya.

Beberapa detail penumpang mulai muncul di media pemerintah China. Di China Youth Daily, seorang pria yang memberikan nama samaran Wang Baiyang mengatakan saudara perempuannya yang berusia 26 tahun, suami, dan putri mereka yang berusia 18 bulan berada di dalam pesawat dan ini menjadi penerbangan pertama mereka. Mereka terbang ke Guangazhou untuk perawatan medis bagi anak itu. Semula keluarga ini dijadwalkan berangkat pada penerbangan sebelumnya tetapi dibatalkan.

Baca Juga

"Selama dua hari terakhir, saya merasa seperti bermimpi. Saya selalu merasa bahwa ketika saya bangun keesokan harinya, saudara perempuan saya akan menelepon saya. Saya tidak berpikir itu nyata sama sekali. Pertama kakek saya meninggal dan kemudian saya mendengar berita tentang penerbangan itu. Saya hanya membeku di sana dan mencoba menghubungi saudara perempuan saya melalui telepon," kata Wang seperti dilansir The Guardian, Kamis (24/3/2022).

Dia juga menyampaikan saudara perempuannya, Gu Hanyu, mengirimi keluarga itu sebuah video sebelum penerbangan. Video itu memperlihatkan putrinya melompat-lompat di ruang tunggu dan bermain dengan maskernya dan tertawa. Gu terlahir tuli dan bertemu suaminya, Guo Zengqiang, pada kencan buta. Mereka menikah pada Februari 2020 dalam upacara pernikahan yang sederhana.

"Siapa sangka setelah mereka menemukan dokter yang bisa menyembuhkan penyakit anak itu, penyakit ini menjadi tidak perlu diobati. Penerbangan yang menyelamatkan jiwa menjadi penerbangan yang fatal. Itu adalah penerbangan pertama dan terakhir mereka," kata Wang.

Seorang pensiunan bermarga Zhang dari Shenzhen mengunjungi lokasi kecelakaan sebelumnya. Dia mengatakan keponakannya ada di dalam pesawat. "Saya berharap negara dapat menyelidiki masalah ini secara menyeluruh dan mencari tahu apakah itu kesalahan pabrikan atau masalah pemeliharaan," kata Zhang dengan mata yang berkaca-kaca.

Menurut pelacak data penerbangan, pesawat yang jatuh itu adalah Boeing 737-89P berusia enam tahun. Boeing 737-800 adalah salah satu pesawat penumpang paling umum di dunia. Ini berbeda dengan 737 Max, yang dilarang terbang di seluruh dunia setelah dua kecelakaan fatal pada 2018 dan 2019.

Sebagai jawaban atas spekulasi bahwa kecelakaan itu mungkin disebabkan oleh aktivitas pilot, Sun Shiying selaku ketua cabang maskapai penerbangan Yunnan mengungkapkan tiga pilot dalam keadaan sehat dan memiliki kinerja yang baik. Mereka juga punya hubungan yang harmonis dengan keluarga mereka.

Penyelidikan bencana udara terburuk di China selama lebih dari satu dekade dipimpin oleh otoritas lokal. Namun penyelidik Amerika dari Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) telah diundang untuk ambil bagian karena pesawat itu dibuat di AS.

Akan tetapi belum dipastikan apakah para penyelidik tersebut dapat melakukan perjalanan ke China karena persyaratan visa dan karantina. "Kami bekerja dengan Departemen Luar Negeri untuk mengatasi masalah tersebut dengan pemerintah China sebelum perjalanan ditentukan," demikian pernyataan NTSB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement