Sabtu 26 Mar 2022 14:27 WIB

Perang di Ukraina Runtuhkan Ruh Bisnis di Jerman

Indeks iklim bisnis Jerman turun jadi 90,8 pada Maret dari 98,5 pada Februari.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Friska Yolandha
Sukarelawan membantu pengungsi Ukraina yang baru tiba di Stasiun Utama Berlin, Jerman, Rabu (16/3/2022). Bisnis Jerman anjlok pada Maret karena banyak perusahaan khawatir tentang kenaikan harga energi, kekurangan pelaku bisnis dan stabilitas rantai pasokan.
Foto: AP Photo/Markus Schreiber
Sukarelawan membantu pengungsi Ukraina yang baru tiba di Stasiun Utama Berlin, Jerman, Rabu (16/3/2022). Bisnis Jerman anjlok pada Maret karena banyak perusahaan khawatir tentang kenaikan harga energi, kekurangan pelaku bisnis dan stabilitas rantai pasokan.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Moral bisnis Jerman anjlok pada Maret karena banyak perusahaan khawatir tentang kenaikan harga energi, kekurangan pelaku bisnis dan stabilitas rantai pasokan. Ini terjadi setelah perang di Ukraina berkecamuk sebulan lebih lamanya.

Institut Ifo pada Jumat (25/3/2022) waktu setempat mengatakan indeks iklim bisnisnya turun menjadi 90,8 pada Maret dari revisi turun 98,5 di bulan Februari. Sebuah jajak pendapat Reuters dari analis telah menunjuk pembacaan Maret 94,2.

Baca Juga

"Pesan dari barometer ekonomi terpenting Jerman jelas: ekonomi Jerman sangat mungkin tergelincir ke dalam resesi," kata Kepala Ekonom di VP Bank Group, Thomas Gitzel.

Publikasi indeks manajer pembelian pada Kamis pekan ini memberi beberapa harapan bahwa ekonomi Jerman sejauh ini mampu menyerap konsekuensi ekonomi dari perang. Namun indeks Ifo Jumat mengajarkan sebaliknya.

"Perbedaan ekstrem antara situasi dan ekspektasi adalah tipikal. Bahkan jika tidak banyak yang benar-benar terjadi, ketidakpastian akibat perang sangat tinggi," kata ekonom senior di Landesbank Baden-Wuerttemberg, Jens-Oliver Niklasch.

Menurut Andreas Scheuerle di Decabank, pada akhirnya, ketidakpastian jauh melampaui perang Ukraina, menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan model bisnis Jerman. Ia menunjuk pada ketergantungan satu sisi ekonomi terbesar Eropa pada negara pemasok dan pelanggan.

Menurut Joerg Kraemer dari Commerzbank, perusahaan-perusahaan khususnya takut akan risiko seperti boikot Barat terhadap minyak Rusia. Fenomena boikot akan menyebabkan pasar kekurangan pasokan dan melambungkan harga ke atas.

Indeks ekspektasi bisnis juga turun menjadi 85,1 dari 98,4, penurunan tertajam sejak merebaknya pandemi virus corona. Pakar ekonomi Ifo Klaus Wohlrabe mengamati bahwa saat ini, dua pertiga perusahaan industri ingin menaikkan harga mereka lebih dari sebelumnya dan pengecer juga ingin mengikutinya. "Ini efek domino," katanya.

Sektor jasa pada awalnya dapat bersukacita atas pelonggaran pembatasan Covid-19. Namun masalah muncul di depan mata karena mengisi tangki mobil telah menjadi beban dan keluarga harus mengurangi kegiatan rekreasi.

"Pada saat yang sama, paket bantuan yang diumumkan oleh pemerintah Jerman pada Kamis tidak cukup untuk mengimbangi peningkatan biaya," kata Gitzel.

Seperti diketahui, Jerman bergantung pada impor gas dari Rusia. Pemerintahnya juga telah berupaya mengurangi ketergantungan tersebut dengan meneken kerja sama energi dengan negara lain bahkan memperpanjang penggunaan batu bara.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement