Jumat 01 Apr 2022 19:15 WIB

IEA Gelar Rapat Darurat Bahas Kenaikan Harga Minyak

Negara konsumen minyak sedang cari cara meredakan dampak kenaikan harga minyak

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
 ARSIP - Seorang pekerja konstruksi Rusia berbicara di telepon seluler selama upacara menandai dimulainya pembangunan pipa Nord Stream di Teluk Portovaya sekitar 170 km (106 mil) barat laut dari St. Petersburg, Rusia pada 9 April 2010. Kekhawatiran meningkat tentang apa yang akan terjadi pada pasokan energi Eropa jika Rusia menginvasi Ukraina dan kemudian mematikan gas alamnya sebagai pembalasan atas sanksi AS dan Eropa.
Foto: AP/Dmitry Lovetsky
ARSIP - Seorang pekerja konstruksi Rusia berbicara di telepon seluler selama upacara menandai dimulainya pembangunan pipa Nord Stream di Teluk Portovaya sekitar 170 km (106 mil) barat laut dari St. Petersburg, Rusia pada 9 April 2010. Kekhawatiran meningkat tentang apa yang akan terjadi pada pasokan energi Eropa jika Rusia menginvasi Ukraina dan kemudian mematikan gas alamnya sebagai pembalasan atas sanksi AS dan Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Lembaga Energi Internasional (IEA) menggelar rapat darurat pada Jumat (1/4/2022). Rapat yang digelar bersama negara-negara konsumen akan membahas strategi cadangan yang baru dirilis dan rencana Amerika Serikat (AS) untuk memompa pasokan minyak pada bulan Mei mendatang demi menahan lonjakan harga minyak.  

Negara-negara konsumen minyak sedang mencari cara untuk meredakan dampak kenaikan harga minyak yang sudah naik lebih dari 30 persen pada tahun ini pada ekonomi mereka. Kenaikan terjadi setelah produsen minyak yang tergabung pada OPEC+ mempertahankan rencana untuk memproduksi 432 ribu barel per hari sampai bulan Mei.

Baca Juga

IEA memprediksi sanksi-sanksi Barat pada Rusia atas invasinya ke Ukraina akan membuat dunia kehilangan sekitar 3 juta barel minyak (bpd) Rusia per hari pada bulan April. Moskow mengatakan invasi ke Ukraina mereka disebut "operasi militer" bertujuan untuk melucuti senjata tetangganya tersebut.

Pada Kamis (31/3) kemarin untuk menutupi kekurangan, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memberikan otoritas untuk merilis Cadangan Minyak Strategis AS terbesar yang pernah dilakukan. Sekitar 1 juta bpd mulai bulan Mei.

Pengumuman AS disampaikan satu hari setelah negara anggota IEA berencana menggelar pertemuan pada Jumat ini untuk membahas membuka lebih banyak cadangan darurat minyak untuk menindak lanjuti bulan kesepakatan bulan Maret mendatang yakni merilis sekitar 60 juta barel. Beberapa negara anggota Asia Pasifik mengatakan akan mendukung inisiatif IEA.

Menteri Industri Jepang mengatakan Tokyo akan bertindak dengan tepat pada keputusan untuk mengeluarkan cadangan minyak. Sambil terus memantau perkembangan global.

"Belum jelas apakah hanya AS yang mengeluarkan cadangan minyaknya atau Amerika Akan akan mengajukan proposal di pertemuan IEA," kata Koichi Hagiuda.

"Bagaimana pun, kami ingin bertindak dengan tempat sampai terus memantau situasi internasional," katanya.

Pada pekan lalu Kementerian Perdagangan, Industri dan Energi Korea Selatan (Korsel) mengatakan berencana untuk mendukung kerjasama internasional tambahan pada minyak dan gas. Serta sudah berkomitmen untuk mengeluarkan 4,42 juta barel pada perjanjian 1 Maret.

Juru bicara Menteri Energi Megan Woods mengatakan Selandia Baru memiliki cadangan minyak yang siap dirilis bila diminta. Ia mengatakan Selandia Baru sudah merilis 369 ribu barel minyak sesuai dalam kesepakatan IEA pada 1 Maret lalu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement