REPUBLIKA.CO.ID, IDLIB -- Warga Suriah memasuki tahun ke-11 menjalani puasa Ramadhan di pengungsian. Mereka terpaksa terpaksa berlindung di kamp-kamp pengungsi di Provinsi Idlib akibat perang saudara.
Para pengungsi Suriah menjalankan ibadah puasa Ramadhan di tengah kondisi sulit akibat kenaikan harga pangan dan pengangguran. Mereka merindukan momen Ramadhan di rumah yang mereka tinggalkan akibat serangan di bawah rezim Assad.
Warga sipil yang mengungsi di kamp-kamp di Idlib menanti bantuan agar mereka dapat berpuasa dengan relatif nyaman sepanjang bulan Ramadhan. Salah satu pengungsi, Cemile al Ala harus berlindung di kamp Azraq di utara Idlib akibat serangan udara yang cukup intensif tiga tahun lalu. Al Ala mengatakan keluarga yang tinggal di kamp pengungsian mengalami kekurangan sumber daya.
Sementara, pengungsi lainnya yang merupakan seorang ibu enam anak, Um Ala, menceritakan tentang kejayaannya sebelum perang saudara meletus di Suriah. Um Ala mengatakan dia memiliki banyak properti di desa dan kebutuhan pangan yang mencukupi.
Perang telah menghancurkan harta benda Um Ala. Dia terpaksa meninggalkan desanya dan tinggal di kamp pengungsian bersama para pengungsi lainnya. Um Ala rindu menjalani Ramadhan di desanya.
"Saya memiliki banyak properti di desa. Saya punya uang dan bebas makan apa pun yang saya inginkan. Sekarang kami tidak punya apa-apa. Ramadhan di sini tidak seperti Ramadhan di desa. Sulit mencari nafkah di sini. Kami tidak punya cukup uang untuk membeli roti. Kami tidak punya uang untuk dibelanjakan," ujar Um Ala dilansir Anadolu Agency, Sabtu (2/4/2022).
Pengungsi lainnya, Fatima Omar, mengingat keceriaan Ramadhan di desanya. Sebelum perang memporak-porandakan desanya, Omar dan keluarganya selalu menyambut Ramadhan dengan penuh suka cita. Selain itu, keluarganya juga kerap menyajikan hidangan khas Ramadhan.
"Di desa kami, Ramadhan menyenangkan. Saudara-saudara saya cukup dekat dengan saya. Kami semua tinggal di rumah yang sama. Kini, Ramadhan telah tiba. Semuanya sangat mahal. Orang-orang hampir tidak dapat membeli satu potong roti," ujar Omar.
Perang saudara terjadi di Suriah sejak awal 2011 ketika rezim menindak protes pro-demokrasi. Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan, 6,7 juta orang telah mengungsi. Sementara setidaknya 14 juta warga sipil di Suriah membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Sebuah pernyataan PBB pada September 2021 mengatakan jumlah kematian yang dikonfirmasi dalam perang saudara Suriah adalah sekitar 350 ribu. PBB memperkirakan angka sebenarnya jauh lebih tinggi.
Rezim Assad menyiksa setidaknya 14.449 orang hingga tewas. Menurut sumber oposisi, pasukan rezim masih menahan sekitar 400 ribu orang.