REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia akan memberikan bantuan dalam proses evakuasi warga asing yang disandera kaum nasionalis di Mariupol, Ukraina. Keputusan itu dibuat oleh Moskow setelah adanya permintaan dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
“Sesuai dengan permintaan Presiden Republik Turki kepada Presiden Federasi Rusia (Vladimir) Putin, keputusan dibuat untuk memberikan bantuan penuh dalam evakuasi warga asing yang disandera oleh militan yang tersisa dari batalion nasional di daerah tertentu di Mariupol,” kata Kepala Pusat Kontrol Pertahanan Nasional Rusia Kolonel Jenderal Mikhail Mizintsev pada Ahad (3/4/2022), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Dia mengungkapkan, Rusia mengambil upaya terkoordinasi untuk mengevakuasi warga sipil dan warga asing dari daerah berbahaya di Ukraina. “Untuk itu, kami terus bekerja sama dengan PBB, OSCE (Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa), Komite Internasional Palang Merah dan organisasi internasional lainnya,” ucapnya.
Menurut Mizintsev, Rusia tetap hati-hati terhadap inisiatif kemanusiaan dari negara lain dan organisasi internasional. Sementara itu, Kementerian Pertahanan Rusia mengungkapkan, pada 3 April pukul 24.00, koridor kemanusiaan dari Mariupol ke Berdyansk dibuka. Kepatuhan ketat dengan "regime of silence" di jalan pergerakan dijamin. Regime of silence adalah sebutan untuk gencatan senjata dalam jangka waktu tertentu di daerah tertentu untuk mengevakuasi warga sipil.
Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, warga asing dapat melakukan perjalanan dari Berdyansk ke daerah-daerah yang dikendalikan Ukraina atau ke Krimea yang dikuasai Rusia. Pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia turut mencatat bahwa koridor sisi Ukraina juga akan diterapkan jika "regime of silence" dipatuhi dengan ketat. Pemerintah Ukraina diminta mengonfirmasi secara tertulis mereka siap untuk dievakuasi pada pukul 03.00 waktu Moskow.
Ukraina harus mengirimkan pernyataan tertulis mereka akan mematuhi "regime of silence” ke pihak Rusia dan Turki, serta ke Organisasi Palang Merah Internasional dan Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR). Pertempuran Rusia-Ukraina dimulai pada 24 Februari lalu. Menurut PBB, sejauh ini peperangan telah menyebabkan 1.325 warga sipil di Ukraina tewas, sementara 2.017 lainnya luka-luka.
PBB memperkirakan angka korban tewas dan luka bisa jauh lebih tinggi. Saat ini sudah lebih dari empat juta warga Ukraina mengungsi ke negara-negara tetangga.