REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Turki menyerukan dilaksanakannya penyelidikan independen terkait pembunuhan warga sipil di Bucha, Ukraina. Meski telah dituduh dan dikecam sejumlah negara Barat, Rusia membantah bertanggung jawab atas kekerasan terhadap sipil di Bucha.
“Gambar-gambar pembantaian, yang telah dipublikasikan di media massa dari berbagai daerah (di Ukraina), termasuk Bucha dan Irpin dekat Kiev, sangat mengerikan dan menyedihkan bagi kemanusiaan,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Turki dalam sebuah pernyataan pada Rabu (6/4), dikutip laman Al Arabiya.
Turki menegaskan, penargetan warga sipil yang tidak bersalah dalam pertempuran tidak dapat diterima. “Ini adalah harapan kami bahwa masalah ini akan diselidiki secara independen, dan bahwa mereka yang bertanggung jawab akan diidentifikasi serta dimintai pertanggungjawaban,” kata Kemenlu Turki.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah menuding Rusia melakukan genosida terhadap rakyatnya. Hal itu disampaikan setelah rekaman video yang memperlihatkan jenazah-jenazah warga sipil di Bucha bergeletakan di jalan beredar luas.
Seorang pejabat Ukraina mengungkapkan, 280 mayat ditemukan di kuburan massal di sana. Menurut Jaksa Agung Ukraina Iryna Venedyktova, ditemukan setidaknya 410 mayat di daerah-daerah sekitar Kiev. Dia mengungkapkan, para warga masih trauma untuk dapat menceritakan tentang kejadian yang mereka hadapi.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, rekaman video yang menunjukkan mayat warga sipil bergeletakan di kota Bucha pasca pasukan Rusia mundur dari daerah itu merupakan “serangan berita palsu”. Menurut Lavrov “pementasan” tersebut bertujuan meningkatkan sentimen anti-Rusia.
“Pada hari lain, serangan palsu lainnya dilakukan di kota Bucha di wilayah Kiev setelah militer Rusia meninggalkannya sesuai dengan rencana dan mencapai kesepakatan. Beberapa hari kemudian, pengaturan panggung diselenggarakan di sana, yang sekarang dipromosikan lewat semua saluran serta jaringan sosial oleh perwakilan Ukraina dan pelanggan Barat mereka,” kata Lavrov selama pertemuannya dengan Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths, Senin (4/4), dikutip Anadolu Agency.
Lavrov menjelaskan, pasukan Rusia meninggalkan Bucha pada 30 Maret. Sehari setelahnya, wali kota Bucha mengumumkan bahwa kondisi di sana baik-baik saja. “Kemudian beberapa hari kemudian, tiba-tiba sebuah pertunjukan diselenggarakan di jalan-jalan kota untuk tujuan anti-Rusia lebih lanjut,” ucap Lavrov.
Menurut dia, hal tersebut merupakan provokasi dan mengancam perdamaian serta keamanan internasional. Lavrov mendesak Inggris selaku ketua Dewan Keamanan PBB bulan ini untuk menggelar pertemuan membahas situasi di Bucha.