REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Penguatan atau apresiasi tajam rubel baru-baru ini "tidak menimbulkan risiko bagi kebijakan fiskal Rusia," kata Kementerian Keuangan Rusia pada Kamis (7/4/2022). Rubel menguat tajam di perdagangan Moskow pada Kamis (7/4/2022) ke level yang terakhir terlihat sebelum Rusia mengirim puluhan ribu tentara ke Ukraina.
Apresiasi rubel "berdampak pada pendapatan minyak dan gas ... tetapi terlalu dini untuk memberikan penilaian khusus sekarang," kata kementerian itu dalam menanggapi permintaan komentar Reuters.
Sebelumnya, Rubel Rusia menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dan hampir kembali ke level sebelum terjadi perang Rusia di Ukraina, menurut data dari bursa saham Moskow. Nilai tukar dolar AS-rubel turun 2,54 persen menjadi 81 pada Rabu (6/4/2022) pertama kali Rubel mencapai level itu sejak 24 Februari, hari di mana Rusia melancarkan perangnya terhadap Ukraina.
Para analis mengatakan permintaan Rusia untuk menggunakan rubel dalam pembayaran gas di Eropa bersama harga energi yang tinggi membantu pemulihan mata uang Rusia. Minyak mentah Rusia diperdagangkan sekitar USD107 per barel di pasar internasional.
Presiden Rusia Vladimir Putin baru-baru ini menandatangani dekrit yang mewajibkan negara-negara "tidak bersahabat" untuk membayar gas Rusia dalam rubel, dan menambahkan bahwa kontrak gas akan dihentikan kecuali pembayaran dilakukan dalam rubel mulai 1 April kemarin.
Baca juga :Mata Uang Rusia Rubel Menguat Terhadap Dolar AS