REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Rusia telah mengeluh kepada Turki atas penjualan pesawat nirawak (drone) bersenjata Bayraktar TB2 ke Ukraina, kata seorang pejabat tinggi Turki pada Jumat (8/4/2022).
"Rusia kesal dan dari waktu ke waktu mereka mengeluh tentang penjualan drone. Mereka dulu pernah mengeluh (tentang hal serupa) dan sekarang mengeluh lagi," kata birokrat Turki itu pada pertemuan dengan media asing.
Pejabat Turki itu menambahkan bahwa penjualan drone bersenjata itu dilakukan oleh perusahaan swasta Turki dan bukan kesepakatan antar negara.
"Tetapi kami telah memberikan jawabannya ... bahwa ini adalah (penjualan) perusahaan swasta dan pembelian drone ini juga telah dilakukan sebelum perang," katanya.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengirim pasukannya ke Ukraina pada 24 Februari untuk melakukan aksi yang disebutnya sebagai "operasi militer khusus" untuk mendemiliterisasi dan "denazifikasi" Ukraina. Sementara Ukraina dan negara-negara Barat mengatakan bahwa Putin melancarkan perang agresi yang tidak beralasan.
Turki telah menjalin hubungan dekat dengan Rusia dalam kerja sama di bidang energi, pertahanan dan perdagangan, dan sangat bergantung pada turis Rusia. Perusahaan pertahanan Turki Baykar telah menjual drone ke Kiev meskipun ada keberatan dari Rusia dan menandatangani kesepakatan untuk memproduksi lebih banyak drone sebelum invasi, dan langkah itu membuat marah Moskow.
Turki, yang merupakan anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), berbagi perbatasan laut dengan Ukraina dan dengan Rusia di Laut Hitam. Turki memiliki hubungan baik dengan keduanya dan telah mengambil peran mediasi dalam konflik antara Rusia dan Ukraina. Turki juga telah menjadi tuan rumah untuk perundingan damai dan berupaya untuk menyatukan presiden kedua negara.
Walaupun Turki mendukung Ukraina dan mengkritik invasi Rusia, Turki juga menentang sanksi Barat yang meluas terhadap Moskow. Turki mengatakan saluran komunikasi harus tetap terbuka dan menyatakan keraguan atas efektivitas tindakan sanksi terhadap Rusia. Ankara juga menentang kebijakan Rusia di Suriah dan Libya, serta aneksasi Krimea pada 2014.
Setelah pembicaraan damai antara para perunding di Istanbul pekan lalu, Ukraina mendaftarkan beberapa negara, termasuk Turki dan sejumlah anggota Dewan Keamanan PBB, sebagai penjamin potensial bagi keamanan Kiev. Birokrat Turki mengatakan beberapa negara yang terdaftar sebagai penjamin keamanan itu mungkin akan menghadapi "masalah hukum", namun dia tidak menjelaskan lebih lanjut.
Turki telah mengatakan pada prinsipnya siap untuk menjadi penjamin Ukraina, tetapi rincian format untuk peran itu perlu diselesaikan.