REPUBLIKA.CO.ID,TEHERAN -- Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan Teheran tidak akan menyerahkan hak untuk mengembangkan industri nuklir untuk tujuan damai. Ia menegaskan setiap pihak yang terlibat dalam perundingan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 harus menghargai itu.
Perundingan untuk mengaktifkan kembali perjanjian nuklir atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) di Wina sudah berlangsung selama sebelas bulan. Tapi prosesnya masih mengalami kebuntuan karena Amerika Serikat (AS) dan Iran untuk berhasil menjembatani sejumlah isu.
"Untuk lebih dari seratus kali, pesan kami dari Teheran untuk Wina kami tidak akan mundur dari hak-hak nuklir rakyat Iran tidak sedikit pun," kata Raisi seperti dikutip media milik pemerintah dalam pidatonya di Hari Teknologi Nuklir Iran, Sabtu (9/4/2022).
Raisi menegaskan program nuklir Iran semata-mata hanya untuk tujuan damai. Sumber-sumber Iran dan Barat mengatakan AS mempertimbangkan untuk menghapus Garda Revolusi Iran dari daftar kelompok teroris luar negeri (FTO) dengan syarat Iran mengekang pasukan elitnya.
Seorang diplomat Iran mengatakan Teheran telah menolak usulan AS untuk mengatasi masalah tersebut dengan mempertahankan organisasi sayap Garda Revolusi di luar negeri, Pasukan Quds dalam sanksi-sanksi FTO. Sementara mengeluarkan Garda Revolusi dari daftar FTO.
Garda Revolusi Iran merupakan faksi kuat yang mengendalikan kerajaan bisnis Teheran serta pasukan elit dan intelijen. Washington yakin Garda Revolusi terlibat dalam operasi teroris internasional.