REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan, Washington mengawasi apa yang ia sebut sebagai meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan sejumlah pejabat India. AS jarang menegur langsung catatan hak asasi raksasa Asia itu.
"Kami dengan rutin terlibat dengan mitra-mitra India dalam nilai-nilai (hak asasi manusia) yang kami bagi bersama dan untuk itu pada akhirnya, kami memantau beberapa perkembangan memprihatinkan di India termasuk meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia oleh beberapa pemerintah, polisi dan sipir penjara," kata Blinken, Senin (11/4/2022).
Hal ini ia sampaikan dalam konferensi pers bersama Menteri Pertahanan Lloyd Austin, Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar dan Menteri Pertahanan India Rajnath Singh. Blinken tidak menjelaskannya lebih lanjut. Singh dan Jaishankar yang berbicara dengan Blinken usai konferensi pers tidak membahas isu hak asasi manusia.
Pernyataan Blinken ini disampaikan beberapa hari setelah anggota House of Representative AS, Ilhan Omar mempertanyakan keengganan Pemerintah AS mengkritik Perdana Menteri India Narendra Modi dalam isu pelanggaran hak asasi manusia.
"Apa yang perlu Modi lakukan pada masyarakat Muslim India sebelum berhenti menganggap mereka sebagai mitra perdamaian?" kata Omar pekan lalu.
Kritikus mengatakan partai nasionalis Hindu yang dipimpin Modi memupuk perpecahan agama sejak mulai berkuasa pada 2014. Ketika Modi mulai menjabat, kelompok-kelompok ekstrem kanan Hindu melancarkan serangan pada minoritas dengan mengklaim mereka mencoba mencegah pergantian agama.
Beberapa negara bagian India meloloskan atau mempertimbangkan undang-undang antipergantian agama. Bertentangan dengan konstitusi India yang melindungi kebebasan beragama.
Pada 2019, Pemerintah India meloloskan undang-undang kewarganegaraan yang menurut para kritikus akan merusak konstitusi sekuler India dengan mengecualikan imigran Muslim dari negara lain. Undang-undang itu memberikan kewarganegaraan pada penganut agama Budha, Kristen, Hindu, Jain, Parsi, dan Sikh yang mengungsi dari Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan sebelum 2015.
Tidak lama setelah terpilih lagi untuk periode kedua, Modi mencabut status khusus Kashmir yang mayoritas Muslim. Demi mencegah unjuk rasa, pemerintah menangkap pemimpin politik negara bagian itu dan mengirimkan banyak polisi paramiliter ke wilayah Himalaya tersebut.
Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa, baru-baru ini melarang pemakaian hijab di ruang kelas di Negara Bagian Karnataka. Kelompok-kelompok Hindu garis keras mendorong kebijakan itu diperluas ke negara-negara bagian lain.