REPUBLIKA.CO.ID., RAMALLAH -- Pemerintah Palestina pada Senin (11/4/2022) menolak keputusan pengadilan Israel yang mengizinkan pemotongan pajak Palestina sebagai kompensasi kepada warga Israel yang terkena dampak serangan.
Berbicara pada pertemuan kabinet mingguan di kota Ramallah, Tepi Barat, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh menyebut keputusan Israel sebagai langkah "ilegal" dan "tidak sah."
“Pandangan pengadilan Israel yang menuduh Otoritas Palestina mendukung terorisme tidak dapat diterima, ilegal, dan tidak sah,” tegas Shtayyeh, menganggap pengadilan sebagai “salah satu alat pendudukan.”
Shtayyeh menegaskan kembali komitmen pemerintahnya untuk mendukung keluarga warga Palestina yang dibunuh oleh Israel dan mereka yang mendekam di penjara Israel.
Pada Ahad (10/4/2022), Pengadilan Tinggi Israel memutuskan bahwa Otoritas Palestina dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan "teroris", karena pembayaran tunjangan kepada tahanan Palestina di penjara Israel dan keluarga mereka yang dibunuh oleh Israel.
Pengadilan mengizinkan Pengadilan Distrik Yerusalem untuk menentukan jumlah kompensasi untuk empat keluarga yang kehilangan kerabat dalam serangan Palestina 20 tahun lalu.
Pendapatan pajak – yang dikenal di Palestina dan Israel sebagai maqasa – dikumpulkan oleh pemerintah Israel atas nama Otoritas Palestina dalam impor dan ekspor Palestina.
Israel sebagai imbalannya mendapatkan komisi sebesar 3 persen dari pendapatan yang dikumpulkan.
Pendapatan pajak yang dikumpulkan diperkirakan sekitar USD30-33 juta setiap bulan, di mana pendapatan pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi Otoritas Palestina.