Seorang perwira intelijen Australia memerintahkan interogator untuk membuat rekaman video berisi pengakuan Bartolomeus Ulu yang dituduh sebagai anggota Kopassus dan disiksa di sebuah tempat interogasi rahasia di Timor Timur pada tahun 1999.
Para interogator Australia percaya bahwa Bartolomeus adalah anggota pasukan khusus TNI yang terkait dengan kekerasan milisi pro Indonesia saat itu.
Namun, kepada program Four Corners dari ABC, Bartolomeus mengatakan dia terpaksa membuat pengakuan palsu di bawah tekanan, bahwa dirinya memang seorang anggota pasukan Kopassus. Ia mengaku berhari-hari dianiaya dalam tahanan Australia.
Dia merupakan salah satu dari 14 orang Timor yang diinterogasi selama tiga setengah hari di fasilitas rahasia yang dikelola Australia di heliport Bandara Dili.
Penyelidikan yang dilakukan oleh Polisi Militer kemudian merekomendasikan penetapan tersangka untuk tiga tentara komando Australia dengan tuduhan melakukan penyiksaan.
Four Corners mendapatkan informasi bahwa bukti-bukti telah dianggap cukup oleh penasihat hukum. Namun, ide menuntut ketiga perwira itu tidak adil karena mereka hanya menjalankan perintah.
Ruang isolasi panas dan kacamata ski gelap
Dokumen yang dilihat oleh Four Corners menunjukkan bahwa setelah ke-14 tahanan dipindahkan dari heliport bandara ke tempat penahanan resmi yang dikelola oleh Polisi Militer, petugas intelijen terus menginterogasi Bartolomeus.
Seorang anggota Polisi Militer Australia mengatakan kepada penyelidik bahwa dia terganggu melihat bagaimana Bartolomeus diperlakukan, yang menyebabkan ketegangan antara Polisi Militer dan petugas intelijen yang menginterogasi para tahanan.
Anggota Polisi Militer ini menyebutkan Bartolomeus ditempatkan di ruang isolasi dengan jendela tertutup, dilarang tidur dan dipaksa untuk memakai kacamata ski hitam dan bertindak menuruti perintah sesuai bunyi kaleng ransum.
"Saya ingat cuacanya sangat panas di ruang isolasi, jendelanya ditutup," katanya.
Dia mengatakan bahwa Bartolomeus diberi seteguk air secara berkala tapi hanya diberikan makanan sebagai bentuk penghargaan.
"Saya ingin menyatakan bahwa peristiwa itu mengganggu saya," kata anggota Polisi Militer ini kepada penyelidik.
Dalam salah satu kejadian, katanya, petugas intelijen mengatakan kepada petugas Polisi Militer untuk membuat Bartolomeus tetap terjaga dengan memukul-mukul kaleng ransum.
"Kami tidak melakukannya karena kami percaya itu bukan tugas Polisi Militer," katanya.
"Dia pun diberi makanan dan air serta diizinkan tidur. Anggota intelijen mengetahui hal ini keesokan harinya dan mereka kesal," tambahnya.
Seorang anggota intelijen sangat marah karena para penjaga mengabaikan instruksi tentang bagaimana tahanan harus diperlakukan.
"Orang ini diizinkan tidur selama 10 hingga 12 jam, dan kami kemudian harus menunggu lagi, mungkin 70 jam lagi. Kami harus membuatnya lelah kembali," kata petugas intelijen itu kepada penyelidik.
"Saya bahkan berpikir anggota Polisi Militer itu seharusnya didakwa dan dikirim pulang," tambahnya.
Perintah untuk merekam interogasi
Sekitar 12 hari setelah Bartolomeus ditangkap, ada perintah dari seorang perwira intelijen untuk interogator agar mereka merekam diam-diam pengakuannya sebagai anggota Kopassus dalam misi di Timor Timur.
Sebuah memo dari seorang perwira senior intelijen Australia yang dilihat oleh Four Corners memerintahkan para interogator untuk mengatur sesi "tanya jawab" yang "memungkinkan perekaman sembunyi-sembunyi untuk memastikan wajah tahanan terlihat jelas".
Memo ini memerintahkan bahwa, jika seorang interogator Amerika digunakan, seragam mereka tidak boleh terlihat.
Kepala interogator Amerika di Timor Timur yang membantu Pasukan Internasional untuk Timor Timur (INTERFET) kepada Four Corners menjelaskan pihak militer Australia kemudian menanyakan kepada Komando Pasifik Amerika Serikat apakah video tersebut dapat dirilis untuk disiarkan di televisi.
"
Interogator itu, yang meminta namanya tak disebutkan, mengatakan militer Australia ingin video itu "digunakan secara politik untuk memperkuat posisi Australia bahwa Indonesia aktif mengganggu proses transisi Timor Timur."
"
"Mereka meminta izin untuk menggunakan itu di TV. Mereka meminta izin dari militer dan militer AS menegaskan, sama sekali tidak boleh," paparnya.
Mempublikasikan gambar dan rekaman tahanan dapat menjadi pelanggaran Konvensi Jenewa, yang menyatakan bahwa tahanan harus dilindungi dari "keingintahuan publik".
Meskipun Angkatan Bersenjata Australia (ADF) tidak terikat oleh Konvensi Jenewa di Timor Timur, namun ADF secara terbuka berkomitmen pada standar tersebut.
Memo itu memerintahkan para interogator untuk memastikan Bartolomeus "merasa nyaman, berpakaian rapi dan disediakan minuman dingin atau panas".
Pada saat perintah diberikan untuk merekam pengakuan Bartolomeus, para interogator telah memutuskan bahwa dia bukan "anggota tetap KOPASSUS."
Interogator Amerika itu menjelaskan adanya kesimpulan bahwa Bartolomeus adalah seorang "pembantu", yang berarti dia direkrut oleh Kopassus untuk mengumpulkan informasi.
Saat diinterogasi, Bartolomeus memang mengaku sebagai anggota Kopassus.
Namun dia mengatakan hal itu adalah pengakuan palsu, dibuat di bawah tekanan.
"
"Setelah saya mengaku sebagai Kopassus, penyiksaan pun berkurang," kata Bartolomeus kepada Four Corners.
"
Interogator AS itu mengatakan dia menyaksikan "tidak ada penyiksaan" selama interogasi.
Tidak berhak menginterogasi tentara Indonesia
Seorang anggota TNI, Celestino De Andrade, juga ditahan bersama Bartolomeus dan diinterogasi beberapa kali.
Celestino mengatakan dia langsung memberitahu tentara INTERFET bahwa dirinya merupakan prajurit TNI.
Catatan interogasi menunjukkan petugas intelijen langsung menerima pengakuan Celestino itu, menyebutnya "terus terang dan jujur selama pemeriksaan, tidak banyak yang bisa diceritakan kepada kami".
Kepada Four Corners, Celestino mengaku disiksa saat ditahan oleh tentara Australia.
"Kami dipukul, ditendang, diinjak. Jika kami tidak duduk dengan benar, mereka akan menendang kami," katanya.
"Militer tidak boleh ditendang, disiksa. Seharusnya mereka hanya mengambil informasinya," katanya.
Mantan petugas hukum INTERFET, David Freeman, yang tidak diajak berkonsultasi dan tidak tahu apa-apa tentang interogasi Bartolomeus atau Celestino mengatakan: "Kita tidak berhak menginterogasi anggota TNI."
"Mereka adalah pasukan dari negara berdaulat. Indonesia menyetujui permintaan PBB yang telah memungkinkan kita berada di sana untuk melaksanakan mandat PBB," jelas Freeman.
Dia mengatakan sesuai kebijakan INTERFET, seseorang hanya boleh ditahan karena dicurigai melakukan kegiatan kriminal atau menjadi ancaman keamanan.
"Nasihat hukum dan perintah saya adalah, setelah kita mengetahui orang itu bukan ancaman keamanan dan dia tidak melakukan pelanggaran pidana, dia seharusnya dibebaskan dengan cara yang pantas, sopan, dan diplomatis," jelasnya.
Perintah dari Jenderal Cosgrove
Dokumen rahasia yang dilihat oleh Four Corners menunjukkan Sir Peter Cosgrove, komandan INTERFET saat itu, berulang kali memerintahkan agar Bartolomeus Ulu dan dan Celestino De Andrade ditahan, menolak masukan dari petugas hukum yang merekomendasikan pembebasan mereka.
Menurut laporan tahanan, pada setiap kesempatan kedua pria itu, "tidak ditemukan bukti perbuatan kriminal ... tidak ada kepentingan intelijen".
Dalam sebuah pernyataan kepada Four Corners, Sir Peter mengatakan orang-orang itu ditahan bukan karena "perbuatan kriminal" melainkan karena adanya "kecurigaan bahwa mereka adalah TNI menyebabkan keresahan tentang hubungan antara milisi dan TNI di Timor Timur".
"
Ditanya tentang legalitas menahan dan menginterogasi seorang anggota TNI, Sir Peter Cosgrove menunjuk pada Resolusi PBB yang memungkinkan INTERFET untuk "mengambil semua tindakan yang diperlukan" demi memulihkan perdamaian dan keamanan.
"
Pada saat itu, Indonesia menyangkal bahwa pasukannya berada di balik serangan milisi terhadap warga sipil, tapi secara luas diyakini bahwa anggota TNI bekerja sama dengan milisi untuk melakukan kekerasan.
Kedua pria itu akhirnya dibebaskan pada awal November 1999, sebulan setelah penangkapan mereka.
Sir Peter mengatakan kepada Four Corners bahwa dia tidak ingat adanya permintaan membuat video pengakuan Bartolomeus dan menyebut pertanyaan tentang hal itu adalah urusan petugas intelijen yang terlibat.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News untuk ABC Indonesia.