REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia pada Ahad (17/4/2022) memberikan ultimatum kepada tentara Ukraina untuk meletakkan senjata di Kota Mariupol. Beberapa jam setelah batas waktu yang ditetapkan yaitu pukul 03.00 waktu setempat, tidak ada tanda-tanda bahwa pejuang Ukraina yang bersembunyi di pabrik baja Azovstal, akan menyerah.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, pasukannya telah membersihkan daerah perkotaan Mariupol. Pabrik baja, salah satu pabrik metalurgi terbesar di Eropa dengan labirin rel kereta api dan tanur sembur, telah menjadi tempat terakhir bagi para pasukan Ukraina yang kalah jumlah.
"Angkatan Bersenjata Rusia menawarkan para militan dari batalyon nasionalis dan tentara bayaran asing mulai pukul 06.00 (waktu Moskow) pada 17 April 2022, untuk menghentikan permusuhan dan meletakkan senjata mereka. Semua yang meletakkan senjata, kehidupan mereka akan terjamin," kata pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia.
Sejauh ini, tidak ada tanggapan dari Kiev terhadap ultimatum tersebut. Militer Ukraina mengatakan, serangan udara Rusia di Mariupol berlanjut bersamaan dengan operasi penyerangan di dekat pelabuhan.
Jika Rusia mengambil alih Mariupol, maka akan menjadi kota besar Ukraina pertama yang jatuh sejak invasi dan hadiah strategis untuk Moskow. Mariupol menghubungkan wilayah Donbas dengan wilayah Krimea yang dicaplok Rusia pada 2014. Rusia mengatakan, operasi militer khusus di Ukraina bertujuan untuk demiliterisasi, dan membersihkan nasionalis berbahaya.
Tidak diketahui berapa banyak tentara Ukraina yang berada di pabrik baja. Gambar satelit menunjukkan asap dan api muncul dari daerah Mariupol, yang dipenuhi dengan terowongan di bawahnya. Pasukan Ukraina yang berjuang di Mariupol terdiri dari marinir Ukraina, brigade bermotor, brigade Garda Nasional, dan Resimen Azov, yaitu sebuah milisi yang dibentuk oleh nasionalis sayap kanan dan kemudian dimasukkan ke dalam Garda Nasional.
Setelah gagal mengatasi perlawanan Ukraina di utara, militer Rusia telah fokus kembali ke wilayah Donbas. Mariupol adalah pelabuhan utama di wilayah Donbas.
Sebelumnya Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menuduh Rusia sengaja berusaha untuk menghancurkan semua orang di Mariupol. Dia mengatakan, pemerintahnya berhubungan dengan para pembela hak asasi manusia. Namun dia tidak menanggapi klaim Moskow bahwa pasukan Ukraina tidak lagi berada di distrik perkotaan.
"Tentara kami diblokir, yang terluka diblokir. Ada krisis kemanusiaan. Namun demikian, orang-orang itu membela diri," kata Zelenskyy kepada portal berita Ukrainska, Pravda.
Rusia mengatakan, Ukraina telah kehilangan lebih dari 4.000 tentara di Mariupol pada Sabtu (16/4/2022). Sementara Kiev mengatakan, antara 2.500 dan 3.000 tentara Ukraina telah tewas dalam perang melawan Rusia.