REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - PBB mengatakan, pemberontak Houthi Yaman telah setuju untuk membebaskan kelompok anak-anak mereka sebagai petempur, Senin (18/4/2022) waktu setempat.
Houthi mengikutsertakan anak-anak sebagai tentara untuk bertempur selama tujuh tahun perang saudara di negara itu.
Houthi menandatangani 'rencana aksi' untuk mengakhiri dan mencegah perekrutan atau penggunaan anak-anak dalam konflik bersenjata, membunuh atau melukai anak-anak dan menyerang sekolah dan rumah sakit.
Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, mengatakan pemberontak berkomitmen untuk mengidentifikasi anak-anak di barisan mereka dan membebaskan mereka dalam waktu enam bulan.
Salah satu diplomat top Houthi, Abdul Eluh Hajar, menandatangani perjanjian tersebut. Perwakilan dari badan anak-anak PBB berpose dengan pejabat Houthi untuk media pada upacara untuk menandai kesepakatan di ibukota Yaman, Sanaa. Houthi menyebutnya sebagai rencana untuk melindungi anak-anak.
Pemerintah Yaman yang diakui secara internasional, yang beroperasi di pengasingan, membuat komitmen serupa dalam beberapa dokumen yang ditandatangani sejak 2014. Pejabat tinggi PBB yang mengawasi anak-anak di zona perang, Virginia Gamba menyebut langkah Houthi adalah langkah positif dan menggembirakan.
Kendati begitu, dia mencatat bahwa bagian tersulit dari perjalanan dimulai sekarang. "Rencana aksi harus dilaksanakan sepenuhnya dan mengarah pada tindakan nyata untuk peningkatan perlindungan anak-anak di Yaman," ujar Gamba, yang menandatangani di New York sebagai saksi komitmen Houthi.
PBB mengatakan hampir 3.500 anak telah diverifikasi telah direkrut dan dikerahkan dalam perang saudara Yaman.
Namun, seorang pejabat senior militer Houthi pada tahun 2018 mengatakan, bahwa kelompok itu telah melantik 18 ribu tentara anak-anak ke dalam tentaranya pada saat itu.
Mantan tentara anak-anak mengatakan, bahwa anak laki-laki berusia 10 tahun direkrut. Pada saat itu, seorang juru bicara militer Houthi membantah perekrutan sistematis orang di bawah 18 tahun dan mengatakan ada perintah untuk menolak anak-anak yang mencoba bergabung. PBB mencatat lebih dari 10.200 anak tewas atau cacat dalam perang.
Perang saudara Yaman meletus pada 2014 ketika Houthi yang didukung Iran merebut Sanaa dan memaksa pemerintah ke pengasingan. Koalisi yang dipimpin Arab Saudi, termasuk Uni Emirat Arab, memasuki perang pada awal 2015 untuk mencoba mengembalikan pemerintah ke tampuk kekuasaan.
Pemantau perang memperkirakan konflik tersebut telah menewaskan lebih dari 14.500 warga sipil dan 150 ribu orang ketika kombatan disertakan. Pertempuran itu juga menciptakan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Awal bulan ini, pihak yang bertikai menyetujui gencatan senjata nasional pertama dalam enam tahun. Pakta dua bulan itu dijadwalkan untuk dimulai selama bulan suci Ramadhan dan meningkatkan harapan tentang membangun momentum untuk perdamaian.
Presiden Yaman, Abed Rabbo Mansour Hadi, mengundurkan diri pekan lalu. Ia mengatakan, bahwa dewan kepresidenan baru akan menjalankan pemerintahan yang diasingkan dan memimpin negosiasi dengan Houthi.
Arab Saudi dan sejumlah negara lain menyambut baik pergantian kepemimpinan setelah bertahun-tahun pertikaian di antara faksi-faksi anti-Houthi. Seorang juru bicara Houthi menolak perkembangan itu dan menuduh keputusan yang tidak sah yang dibuat dari jauh.