REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi membuka konvensi PBB tentang penentangan penyiksaan, Rabu (20/4/2022). Seminar regional bertajuk The UN Convention Against Torture (UNCAT): Building Robust Preventive Framework digelar di Nusa Dua, Bali secara hybrid atau campuran antara kehadiran fisik dan virtual selama tiga hari hingga Jumat (22/4/2022).
Acara ini digelar atas inisiatif pemerintah dan Convention against Torture Initiative (CTI) serta didukung oleh Norwegia dan Swiss. Menlu Retno mengatakan, konvensi PBB ini melibatkan 173 negara dan sepertiganya adalah negara Asia Pasifik.
Sejak didirikan pada 2014, CTI berperan penting dalam mempromosikan universalitas CAT. Retno menekankan bahwa larangan penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya adalah salah satu prinsip penting hukum internasional.
"Konvensi ini harus dipastikan pelaksanaannya yang efektif dan memperkuat langkah-langkah pencegahan kita," ujar Retno saat membuka konvensi secara virtual dari London, Rabu (20/4/2022).
Menlu menjabarkan tiga poin penting untuk memperkuat strategi pencegahan menentang penyiksaan. Pertama, yaitu penguatan infrastruktur hukum yang banyak negara termasuk Indonesia mengakui beratnya larangan penyiksaan dalam konstitusi.
"Kita perlu menyediakan infrastruktur hukum yang adil sebagai dasar yang kuat melawan penyiksaan dan pada saat yang sama, kita harus memastikan kapasitas pejabat kita, sumber daya yang memadai, dan kompensasi kepada para korban," ujar Menlu Retno.
"Kemauan politik sangat penting untuk menerjemahkan kata-kata dan komitmen kita menjadi tindakan," ujarnya menambahkan.
Kemudian, poin kedua yang ia tekankan dalam upaya menentang penyiksaan adalah meningkatkan pembangunan kapasitas melawan penyiksaan. Menlu Retno mengatakan, setiap negara memiliki kapasitas dan tantangan yang berbeda untuk mencegah penyiksaan dan menerapkan UNCAT secara efektif.
"Tidak ada formula satu ukuran untuk semua. Kerja sama antar negara adalah bagian penting dari filosofi CTI dan harus memungkinkan kita untuk belajar dari keberhasilan satu sama lain," tegasnya.
Melalui peningkatan kapasitas dan pelatihan, lanjutnya, semua pihak dapat saling membantu memperkuat pengetahuan dan kapasitas tentang pencegahan penyiksaan. "Memang, kisah sukses dan praktik yang baik dapat bekerja untuk menginspirasi orang lain," tuturnya.
Upaya ketiga, yakni memperluas keterlibatan dengan pemangku kepentingan terkait. Keterlibatan dengan pemangku kepentingan yang relevan sangat penting termasuk lembaga hak asasi manusia, badan penelitian, dan masyarakat sipil. "Dengan begitu mereka bisa memberi kita masukan untuk meningkatkan langkah-langkah pencegahan nasional kita," ujanya.
Untuk seminar tahun ini pun Indonesia mendorong peserta untuk memasukkan Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia sebagai bagian dari delegasi mereka. Indonesia sendiri secara aktif melibatkan lima lembaga sebagai bagian dari Kerja sama Pencegahan Penyiksaan atau dalam Bahasa Indonesia "Kerja Sama Untuk Pencegahan Penyiksaan".
Pemberdayaan pemangku kepentingan nasional juga akan memungkinkan mereka untuk membantu penegakan hukum dalam mencegah penyiksaan serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Retno menutup pembukaan konvensi PBB kali ini dengan mengatakan, bahwa seminar ini dapat berfungsi sebagai platform untuk diskusi yang nyaman dan transparan tentang implementasi UNCAT yang efektif, tanpa menyebut nama dan mempermalukan.
"Saya juga menantikan untuk mendengar bagaimana kita bisa lebih baik memupuk budaya pencegahan di kawasan, membangun berbagai karya ASEAN dan AICHR. Saya berharap Anda semua musyawarah yang produktif," katanya.