REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Rusia Vladimir Putin menyetujui keterlibatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Komite Internasional untuk Palang Merah (ICRC) dalam evakuasi warga sipil dari pabrik baja di kota Mariupol di selatan Ukraina, Selasa (27/4/2022). Hasil tersebut didapatkan usai pertemuan Putin dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di Moskow.
"Diskusi lanjutan akan dilakukan dengan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan dan Kementerian Pertahanan Rusia," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan.
Putin dan Guterres membahas situasi di pabrik baja besar Azovstal. Tempat itu menjadi pertahanan terakhir para pendukung Ukraina yang bersembunyi setelah berbulan-bulan pengepungan dan pemboman Rusia.
Selama konferensi pers dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Guterres mengatakan telah mengusulkan "Kelompok Kontak Kemanusiaan" dari pejabat Rusia, Ukraina, dan PBB. "Untuk mencari peluang dalam pembukaan koridor yang aman, dengan penghentian permusuhan lokal, dan untuk menjamin bahwa mereka benar-benar efektif," katanya.
Sebelum pertemuan itu, Putin mengatakan kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, bahwa tidak ada operasi militer yang sedang berlangsung di Mariupol. Dia meminta pertanggungjawaban Kiev atas orang-orang yang bersembunyi di pabrik baja Azovstal.
Sehari sebelumnya, Ukraina meminta PBB dan ICRC untuk terlibat dalam evakuasi warga sipil dari Azovstal. Guterres diperkirakan akan bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy di Kiev pada Kamis (28/4/2022).
Rusia mengatakan juga telah menegaskan akan membuka koridor kemanusiaan bagi warga sipil untuk meninggalkan pabrik baja. Namun Ukraina mengatakan tidak ada kesepakatan seperti itu dan bahwa Rusia masih menyerangnya.
Pada 21 April, Rusia menyatakan kemenangan di Mariupol meskipun pasukan Ukraina yang tersisa bertahan di kompleks bawah tanah yang luas di bawah Azovstal. Rusia menyalahkan Ukraina atas kegagalan berulang atas koridor kemanusiaan.