REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Ketika Korea Selatan mengumumkan keputusannya untuk mencabut sebagian besar pembatasan Covid-19 awal bulan ini, pekerja kantoran berusia 29 tahun bernama Jang lebih merasa khawatir daripada senang. Ketakutan ini beralasan karena aktivitas normal akan kembali, termasuk jamuan makan usai jam kerja.
Ritual jamuan makan setelah jam kerja atau disebut "hoeshik" dalam bahasa Korea merupakan bagian dari tradisi kantor. Jang termasuk di antara meningkatnya jumlah pekerja muda yang menganggapnya sebagai budaya perusahaan usang yang mengganggu waktu pribadi karyawan.
Selama dua tahun terakhir mengajari Jang suasana malam bebas hoeshik. Dia menghabiskan lebih banyak waktu untuk membersihkan rumahnya, membuat makan malam yang enak, dan berolahraga. "Hoeshik adalah bagian dari kehidupan kerja Anda, kecuali itu tidak dibayar," kata Jang yang tinggal dan bekerja di Seoul.
Mulai pekan lalu, Korea Selatan menghapus jam malam di bar dan restoran, bersama dengan batas 10 orang untuk pertemuan pribadi. Aturan tersebut berfungsi sebagai pedoman bagi perusahaan untuk mengadopsi kebijakan kerja jarak jauh dan mengendalikan pertemuan yang tidak penting, seperti sesi minum di luar jam kerja.
"Bagian terburuk dari makan malam setelah bekerja adalah Anda tidak tahu kapan itu akan berakhir. Dengan minuman, itu benar-benar bisa berlanjut hingga malam sampai siapa yang tahu kapan," kata Jang.
Bahkan sebelum pandemi, semakin banyak orang Korea Selatan, terutama pekerja yang lebih muda, sudah keberatan atas tradisi tersebut. Profesor pemasaran di Sookmyung Women's University di Seoul Suh Yong-gu mengatakan, pandemi dapat memastikan bahwa budaya hoeshik lama memudar untuk selamanya.
"Sekarang setelah karyawan tahu bagaimana rasanya memiliki waktu luang yang disimpan untuk diri mereka sendiri, perusahaan tidak akan dapat sepenuhnya mengembalikan budaya lama setelah makan malam dan berkumpul di akhir pekan," ujar Suh.
Menurut survei baru-baru ini oleh operator situs web perekrutan Incruit Corp, hampir 80 persen responden mengatakan budaya makan-makan perusahaan telah berubah selama pandemi. Sebanyak 95 persen dari mereka menyatakan kepuasan atas perubahan tersebut.
Meskipun karyawan muda semakin tidak senang dengan makan malam setelah jam kerja, banyak pekerja senior masih percaya pertemuan seperti itu diperlukan untuk membangun ikatan dengan rekan kerja. "Ini akan menjadi konflik lain antara generasi lama dan generasi baru," katanya.
"Tapi bahkan jika budaya setelah makan malam dan kumpul-kumpul akhir pekan berhasil bertahan, mereka tidak akan bisa diadakan sesering dulu," ujarnya.
Sementara banyak perusahaan secara bertahap kembali ke kantor, beberapa mencari jalan tengah, memilih model hibrida daripada menerapkan skema kembali ke kantor penuh.