Jumat 29 Apr 2022 02:10 WIB

Aktivis Palestina Tanggapi Sinis Janji Elon Musk tentang Kebebasan Berbicara di Twitter

Aktivis Palestina pertanyakan janji Elon Musk karena isu Palestina sensitif di medsos

Rep: Eva Rianti/ Red: Christiyaningsih
Aktivis Palestina pertanyakan janji Elon Musk karena isu Palestina sensitif di medsos. Ilustrasi.
Foto:

Rekam jejak perusahaan yang membungkam suara-suara seperti itu diprediksi akan berlanjut di bawah kepemilikan Musk. Masalah itu juga terkait dengan keuntungan, bukan keadilan, pembebasan, atau hak asasi manusia.

Di Twitter, satu pengguna dengan akun @JoshuaPotash,mendokumentasikan beberapa contoh catatan Musk tentang ‘kebebasan berbicara’ yang dipertanyakan, termasuk pemecatan seorang karyawan Tesla setelah dia menguggah video YouTube yang menunjukkan kesalahan dalam sistem swakemudi perusahaan. Juga pemecatan ilegal seorang pekerja untuk pengorganisasian serikat pekerja, mengancam pekerja dengan kehilangan opsi saham jika mereka terorganisir, dan peretasan seorang insinyur junior yang menjadi whistleblower tentang pembuatan limbah di Tesla.

“Elon Musk membeli Twitter hanyalah perkembangan terbaru dalam kepemilikan miliarder atas media tradisional dan media sosial,” ujar Ahmad Abuznaid, Direktur Eksekutif Kampanye AS untuk Hak Palestina, kepada Middle East Monitor.

“Sebagai gerakan untuk keadilan, kami tahu betul bagaimana platform ini telah digunakan untuk menyensor atau membayangi advokasi Palestina. Pemilik miliarder baru tidak membuat kami merasa yakin bahwa dinamika ini akan berubah dalam waktu dekat,” terangnya. Middle East Eye menghubungi Twitter untuk memberikan komentar tetapi belum menerima tanggapan pada saat publikasi laporan ini.

Tidak Banyak Iman

Zahzah melanjutkan, dirinya tidak tahu dengan jelas di mana tepatnya Musk berdiri pada kebebasan berbicara dan bagaimana hal itu dapat memengaruhi Twitter. Namun PYM dan organisasi lain akan terus mengunggah tentang perjuangan Palestina dan pendudukan Israel karena mereka menyebut tidak punya pilihan lain.

“Untuk semua bahayanya, media sosial telah menjadi platform yang sangat diperlukan. Ini membantu kita untuk menjangkau kesenjangan geografi dan jarak yang sangat nyata untuk berkomunikasi dan terhubung dengan pemuda Palestina dan Arab yang berpikiran sama,” kata dia.

“Dan ketika Anda mengunggah tanpa penyesalan tentang pembebasan Palestina, itu membantu menormalkannya sehingga semakin banyak orang merasa nyaman melakukannya dan pesannya menyebar,” lanjutnya.

Jinan Deena, penyelenggara nasional untuk Komite Anti-Diskriminasi Arab-Amerika (ADC), menyarankan bahwa pos-pos anti-Zionisme digabungkan dengan anti-Semitisme dan oleh karena itu segera dihapus. Namun terlepas dari kejatuhannya, dia akan terus mengunggah tentang kebrutalan yang dihadapi oleh orang-orang Palestina dan mendorong orang lain untuk terus melakukan hal yang sama.

“Saya tidak terlalu percaya pada miliarder yang menyemburkan dukungan kebebasan berbicara secara umum. Kami juga melihat Facebook dan Instagram mengatakan hal yang sama,” kata dia.

Deena percaya bahwa perjuangan Palestina selalu dan akan terus menjadi topik kontroversial. Sensor atas unggahan yang terkait dengan masalah di Twitter tidak akan berkurang di bawah kepemimpinan Musk.

“Saya pikir kita sudah selesai dengan meminimalkan perjuangan kita, apakah karena takut akan serangan online, sensor, atau pembalasan di tempat kerja atau akademisi. Kami memiliki kekuatan untuk menarik kembali narasi tersebut. Kami telah melihat selama bertahun-tahun apa yang telah dilakukan untuk membungkam gerakan ini, tidak ada apa-apa. Pada titik ini, kami tidak akan rugi apa-apa,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement