Jumat 29 Apr 2022 14:30 WIB

Mengenal Modus-Modus Kasus PMI Ilegal di Turki

Kemenlu mengungkap tiga modus perekrutan tenaga kerja ilegal ke Turki

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Bendera Turki di jembatan Martir, Turki. Kemenlu mengungkap tiga modus perekrutan tenaga kerja ilegal ke Turki. Ilustrasi.
Foto: AP
Bendera Turki di jembatan Martir, Turki. Kemenlu mengungkap tiga modus perekrutan tenaga kerja ilegal ke Turki. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI kembali mencatat munculnya penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara tidak prosedural atau ilegal di luar negeri. Kali ini, Turki menjadi sasaran negara di mana para PMI ditipu oleh janji-janji para calo atau perekrut dan justru mereka mengalami eksploitasi kerja.

"Berdasarkan catatan dari KBRI Ankara dan juga KJRI Istanbul, selama tahun 2022 terdapat 85 kasus yang ditangani oleh kedua perwakilan tersebut," ujar Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu, Judha Nugraha dalam pengarahan secara virtual, Kamis (28/4/2022).

Baca Juga

Judha merinci dari 85 PMI tersebut, sebanyak 69 PMI telah berhasil dipulangkan. Sementara 16 PMI lainnya masih berada di Turki karena kasusnya masih berjalan dan menunggu kepulangan selanjutnya.

Judha menjelaskan ada berbagai macam modus yang digunakan para perekrut untuk menggaet PMI bekerja di luar negeri. Pertama, PMI bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) di majikan warga negara Timur Tengah yang ada. "Kemudian mereka mengalami eksploitasi kerja di sana, antara lain gaji tidak dibayar, kemudian jam kerja yang resesif dan lain-lain," kata Judha.

Modus lain perekrutan ilegal adalah PMI  dijanjikan bekerja di negara Uni Eropa (UE) dan menggunakan Turki sebagai negara transit. Namun kemudian mereka terlantar di Turki, lalu bekerja serabutan di Turki.

"Mayoritas ini karena mereka tidak mengurus izin masuk ke UE di Indonesia tapi mengurusnya di Turki. Kita pahami bahwa pengurusan visa UE di negara transit tentu mempersyaratkan yang bersangkutan merupakan warga negara dari negara setempat sehingga akhirnya mereka terlantar," jelas Judha.

Modus terakhir yang menyasar PMI adalah mereka dijanjikan bekerja di sektor pariwisata dengan gaji yang tinggi. Namun pada kenyataannya PMI bekerja di luar sektor pekerjaan yang dijanjikan, malah mayoritas bekerja di pabrik dan kemudian digaji di bawah UMR.

Kemenlu RI bekerja erat dengan KBRI Ankara dan KJRI Istanbul berkoordinasi dengan kepolisian setempat dan juga instansi terkait di Turki. Hal ini untuk menindaklanjuti pengaduan yang diterima.

"Kemenlu juga melakukan penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang memberangkatkan secara tidak prosedural di Indonesia. Kami juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati terhadap berbagai macam janji tawaran bekerja di luar negeri," kata Judha.

Kemenlu juga mengimbau agar WNI waspada terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri dengan janji-janji yang tidak realistis, niat baik dari persyaratan kerja yang ringan, dan janji penghasilan yang begitu besar. Kemenlu juga mengimbau untuk waspada dengan tawaran yang dilakukan melalui media sosial.

"WNI harus melakukan kroscek terhadap kredibilitas dan kebenaran tawaran pekerjaan ke instansi terkait, antara lain ke Kemenaker, BP2MI, dan bekerja di luar negeri dilakukan sesuai prosedur sesuai dengan undang-undang 18 tahun 2017 mengenai perlindungan," katanya.

Judha meminta rakyat Indonesia yang mengetahui adanya pihak-pihak atau calo yang memberangkatkan PMI tidak sesuai prosedur agar dapat segera menyampaikan kepada instansi terkait.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement