REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Gelombang panas yang melanda India mengancam gagal panen gandum dan hasil pertanian lainnya. Hal ini menjadi tantangan terkait bagaimana India akan menyeimbangkan kebutuhan domestiknya, dengan ambisi untuk meningkatkan ekspor dan menutupi kekurangan akibat invasi Rusia di Ukraina.
Gandum sangat sensitif terhadap panas, terutama ketika bijinya sudah matang dan siap panen. Para petani India mengatur waktu tanam mereka sehingga, saat panen bertepatan dengan musim semi yang biasanya lebih dingin.
Seorang petani di Sangrur di negara bagian Punjab, India utara, Baldev Singh menyaksikan panennya menyusut di depan matanya saat mata air yang biasanya dingin dengan cepat berubah menjadi panas. Dia kehilangan sekitar seperlima dari hasil panennya.
"Saya khawatir yang terburuk belum datang," kata Singh.
Punjab adalah "mangkuk gandum" bagi India. Pemerintah telah mendorong penanaman gandum dan beras di daerah tersebut sejak 1960-an. Punjab merupakan penyumbang terbesar cadangan nasional India. Pemerintah berharap dapat membeli sekitar sepertiga hasil gandum dari wilayah tersebut.
Tetapi pemerintah memperkirakan hasil yang lebih rendah tahun ini. seorang ahli kebijakan pertanian di kota Chandigarh utara, Devinder Sharma, mengatakan, hasil panen diperkirakan turun 25 persen. Penurunan panen gandim juga akan dirasakan oleh wilayah penghasil gandum besar lainnya seperti Uttar Pradesh dan Madhya Pradesh.
Secara keseluruhan, India membeli lebih dari 43 juta metrik ton (47,3 juta ton AS) gandum pada 2021. Sharma memperkirakan India akan mendapatkan 20 persen hingga hampir 50 persen gandum.
India merupakan produsen gandum terbesar kedua di dunia, namun hanya mengekspor sebagian kecil dari hasil panennya. India memanfaatkan gangguan global terhadap pasokan gandum dari perang Rusia di Ukraina, menemukan pasar baru untuk ekspor gandum di Eropa, Afrika, dan Asia. Dibutuhkan sekitar 25 juta ton gandum untuk program kesejahteraan pangan bagi lebih dari 80 juta orang.
Sebelum pandemi, India memiliki stok besar yang jauh melebihi kebutuhan domestiknya, dan dapat digunakan sebagai penyangga terhadap risiko kelaparan. Cadangan itu telah berkurang, karena pemerintah mendistribusikan biji-bijian gratis selama pandemi kepada sekitar 800 juta orang yang merupakan kelompok rentan seperti pekerja migran. Program ini diperpanjang hingga September.