REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden baru Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk-yeol mengatakan, Korsel siap untuk menjalin dan memberikan rencana ekonomi dengan Korea Utara jika negara tetangganya itu berkomitmen denuklirisasi. Sebab menurutnya program senjata Korut menimbulkan ancaman bagi kawasan dan dunia.
Hal ini ia sampaikan pada kesempatan pidato pelantikannya di Seoul, Selasa (10/5/2022). Yoon memenangkan pemilihan umum yang sengit pada Maret lalu sebagai pembawa standar Partai Kekuatan Rakyat konservatif.
Yoon (61 tahun) akan menghadapi dua masalah besar dalam masa kepriseidenannya. Pertama, yakni Korut yang kerap menguji senjata baru, serta inflasi yang mengancam akan merusak pemulihan ekonomi dari dua tahun kesuraman COVID-19.
Yoon mengisyaratkan langkah yang lebih keras dalam menghadapi Korut. Ia memperingatkan serangan pendahuluan jika ada tanda-tanda serangan yang akan segera terjadi.
Yoon pun berjanji untuk memperkuat kemampuan pencegahan negaranya. Namun pidatonya dipandang lebih terfokus pada kesediaannya untuk membuka kembali pembicaraan denuklirisasi yang macet dengan Pyongyang.
"Sementara program senjata nuklir Korea Utara merupakan ancaman tidak hanya bagi keamanan kami dan Asia Timur Laut, pintu dialog akan tetap terbuka sehingga kami dapat menyelesaikan ancaman ini secara damai," kata Yoon.
"Jika Korea Utara benar-benar memulai proses untuk menyelesaikan denuklirisasi, kami siap bekerja dengan komunitas internasional untuk menyajikan rencana berani yang akan sangat memperkuat ekonomi Korea Utara dan meningkatkan kualitas hidup rakyatnya," ujarnya menambahkan.
Yoon tidak merinci rencananya untuk terlibat kembali atau memberikan insentif ekonomi ke Korut. Tetapi penasihat keamanan nasionalnya, Kim Sung-han, mengatakan kepada Reuters selama kampanye pemilihan bahwa pemerintah Yoon akan menyusun peta jalan di hari-hari awal di mana Pyongyang dapat dengan cepat mendapatkan keringanan sanksi atau bantuan ekonomi dengan imbalan tindakan denuklirisasi.
Yoon dapat menghadapi krisis keamanan jika Korut melakukan uji coba nuklir pertamanya dalam lima tahun, seperti yang diperingatkan oleh pejabat AS dan Korsel. Ini dilakukan setelah negara itu melanggar moratorium uji coba rudal jarak jauh tahun 2017 pada Maret.