REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pejabat Barat mengatakan, Rusia berada di balik serangan siber besar-besaran pada awal perang di Ukraina. Serangan digital terhadap jaringan KA-SAT Viasat terjadi pada akhir Februari, ketika Rusia meluncurkan invasi ke Ukraina.
“Serangan siber ini memiliki dampak signifikan yang menyebabkan pemutusan jaringan, dan gangguan komunikasi tanpa pandang bulu di beberapa otoritas publik, bisnis dan pengguna di Ukraina, serta mempengaruhi beberapa Negara Anggota Uni Eropa,” kata pernyataan Dewan Uni Eropa, dilansir Aljazirah, Rabu (11/5/2022).
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan, serangan siber itu bertujuan mengganggu komando dan kontrol Ukraina selama invasi. Serangan siber tersebut juga memiliki dampak limpahan ke negara-negara Eropa lainnya.
Pernyataan Kantor Luar Negeri Inggris yang mengutip Menteri Luar Negeri Liz Truss mengatakan, serangan siber adalah serangan yang disengaja Rusia terhadap Ukraina. Target utama Rusia adalah militer Ukraina. Tetapi serangan siber juga mengganggu ladang angin dan pengguna internet di Eropa tengah.
"Sabotase jarak jauh menyebabkan kehilangan besar dalam komunikasi di awal perang,” kata pejabat keamanan siber Ukraina, Victor Zhora pada Maret.
Rusia secara rutin membantah melakukan operasi siber ofensif. Badan-badan intelijen Barat sebelumnya telah memperingatkan kemungkinan serangan siber yang berpotensi menyebar ke tempat lain dan menyebabkan kerusakan “limpahan” pada jaringan komputer global.
Beberapa pekan menjelang invasi Rusia, banyak operasi siber yang menargetkan Ukraina. Pada Januari, para peneliti menemukan malware destruktif yang disebut WhisperGate, yang beredar di Ukraina. WhisperGate sangat mirip dengan serangan siber Rusia terhadap Ukraina pada 2017, atau yang dikenal sebagai NotPetya. Malware ini menghancurkan data pada ribuan sistem komputer lokal.
Serangkaian serangan penolakan layanan terdistribusi (DDoS) yang dikaitkan dengan Rusia, juga telah membuat situs perbankan dan pemerintah Ukraina offline. Pada dini hari tanggal 24 Februari, ketika pasukan Rusia memasuki Ukraina timur, para peretas melumpuhkan puluhan ribu modem internet satelit di Ukraina dan di seluruh Eropa. Modem menyediakan internet untuk ribuan orang Ukraina. Ini tetap menjadi salah satu serangan siber terbesar yang diketahui publik, dan terjadi dalam konflik tersebut.
Pada 1 Maret, terjadi serangan rudal terhadap menara televisi Kyiv. Serangan rudal bertepatan dengan serangan siber yang meluas. Beberapa hari kemudian, Microsoft mendeteksi grup Rusia di jaringan perusahaan tenaga nuklir Ukraina yang tidak disebutkan namanya, tepat saat militer Rusia menduduki pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia, yang terbesar di Eropa. Pejabat senior keamanan nasional AS mengatakan, Moskow menggabungkan kekuatan siber dan militer dalam perang di Ukraina.
“Kami telah melihat Rusia memiliki pendekatan terpadu untuk menggunakan serangan fisik dan siber, secara terintegrasi, untuk mencapai tujuan brutal mereka di Ukraina,” kata pejabat senior keamanan siber Gedung Putih, Anne Neuberger.