REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Lima belas negara Eropa mendesak Israel untuk menghentikan rencana pembangunan pemukiman ilegal di Tepi Barat. Israel berencana membangun lebih dari 4000 unit pemukiman Yahudi.
"Kami sangat prihatin dengan keputusan Dewan Perencanaan Tinggi Israel untuk memajukan rencana pembangunan lebih dari 4.000 unit rumah di Tepi Barat. Kami mendesak pihak berwenang Israel untuk membalikkan keputusan ini," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri dari 15 negara Uni Eropa tersebut, dilansir Middle East Monitor, Sabtu (14/5/2022).
Lima belas negara Uni Eropa yang menentang rencana Israel tersebut antara lain Prancis, Belgia, Denmark, Finlandia, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Luksemburg, Malta, Belanda, Norwegia, Polandia, Spanyol, dan Swedia. Menurut mereka, pembangunan pemukiman ilegal itu dapat menjadi hambatan untuk mencapai solusi dua negara.
"Israel jelas melanggar hukum internasional dan menghalangi perdamaian yang adil, abadi dan komprehensif antara Israel dan Palestina. Keputusan ini, serta penghancuran dan pengusiran yang mempengaruhi populasi Palestina di Yerusalem Timur dan Area C, secara langsung mengancam kelangsungan hidup negara Palestina di masa depan," ujar pernyataan bersama 15 negara Uni Eropa itu.
Negara-negara Uni Eropa juga mendesak Israel untuk tidak melanjutkan penghancuran atau penggusuran yang direncanakan, terutama di Masafer Yatta. Menggemakan pernyataan bersama dari 15 negara Uni Eropa, juru bicara Kantor Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan Inggris mengatakan, Inggris prihatin dengan keputusan Pemerintah Israel yang memajukan pembangunan 4.000 pemukiman baru di wilayah pendudukan Tepi Barat.
"Posisi Inggris adalah bahwa permukiman ilegal menurut hukum internasional. Kami mendesak Israel untuk membatalkan keputusan ini," ujar juru bicara itu.
Pada Jumat (13/5/2022), Turki juga mengutuk rencana Israel untuk memperluas pemukiman ilegal. Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dipandang sebagai wilayah pendudukan di bawah hukum internasional. Sehingga semua pemukiman Yahudi yang dibangun di wilayah tersebut adalah ilegal.
Turki, Uni Eropa, dan sebagian besar komunitas internasional tidak mengakui kedaulatan Israel atas wilayah yang telah didudukinya sejak 1967. Sejak 2001, Uni Eropa telah berulang kali meminta Israel untuk mengakhiri semua aktivitas pemukiman dan membongkar pemukiman yang telah dibangun.