REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- India melarang ekspor gandum, karena gelombang panas membatasi produksi dan harga domestik melonjak ke level tertinggi sepanjang masa. Pemerintah masih mengizinkan ekspor melalui skema letter of credit yang sudah dikeluarkan ke negara-negara yang meminta pasokan untuk memenuhi kebutuhan ketahanan pangan mereka.
Meskipun bukan salah satu pengekspor gandum utama dunia, larangan ekspor gandum India dapat mendorong peningkatan harga global. Hal ini dapat memukul konsumen miskin di Asia dan Afrika. Sebelumnya India menargetkan ekspor gandum sebesar 10 juta ton.
"Larangan ini mengejutkan. Kami mengharapkan pembatasan ekspor setelah dua hingga tiga bulan, tetapi sepertinya angka inflasi mengubah pikiran pemerintah," ujar seorang eksportir yang berbasis di Mumbai.
Naiknya harga makanan dan energi mendorong inflasi ritel tahunan India mendekati level tertinggi dalam delapan tahun di bulan April. Hal ini memperkuat ekspektasi bahwa bank sentral akan menaikkan suku bunga lebih agresif.
Harga gandum di India telah naik ke rekor tertinggi. Bahkan di beberapa pasar spot mencapai 25.000 rupee per ton, jauh di atas harga minimum yang pemerintah yaitu sebesar 20.150 rupee.
Naiknya biaya bahan bakar, tenaga kerja, transportasi dan pengemasan juga mendorong peningkatan harga tepung terigu di India.
“Itu bukan gandum saja. Kenaikan harga secara keseluruhan menimbulkan kekhawatiran tentang inflasi dan itulah mengapa pemerintah harus melarang ekspor gandum. Bagi kami, ini sangat berhati-hati,” kata seorang pejabat senior pemerintah yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, karena diskusi tentang pembatasan ekspor dilakukan oleh pihak swasta.
Belum lama ini, India menguraikan rekor target ekspornya untuk tahun fiskal yang dimulai pada 1 April. India akan mengirim delegasi perdagangan ke negara-negara seperti Maroko, Tunisia, Indonesia dan Filipina untuk berupaya meningkatkan ekspor.
Pada Februari pemerintah memperkirakan produksi gandum sebesar 111,32 juta ton. Tetapi pemerintah India memangkas perkiraan produksi menjadi 105 juta ton pada Mei.
Peningkatan suhu pada pertengahan Maret dapat mengganggu panen menjadi sekitar 100 juta ton atau bahkan lebih rendah. Seorang eksportir mengatakan, pengadaan gandum pemerintah telah turun lebih dari 50 persen. Sementara pasar spot mendapatkan pasokan yang jauh lebih rendah dari tahun lalu.
"Semua ini menunjukkan hasil panen yang lebih rendah," kata eksportir itu.
India mengekspor rekor 7 juta ton gandum pada tahun fiskal hingga Maret. Jumlah ini naik lebih dari 250 persen dari tahun sebelumnya.
"Kenaikan harga gandum agak moderat, dan harga India masih jauh lebih rendah dari harga global," kata seorang pedagang gandum, Rajesh Paharia Jain, yang berbasis di New Delhi.
"Faktanya, harga gandum di beberapa bagian negara telah melonjak ke level saat ini bahkan tahun lalu, jadi langkah untuk melarang ekspor hanyalah reaksi spontan," ujar Jain menambahkan.
Jain mengatakan, meskipun terjadi penurunan produksi dan pembelian pemerintah oleh Food Corporation of India (FCI) yang dikelola negara, India dapat mengirimkan setidaknya 10 juta ton gandum tahun fiskal ini. FCI sejauh ini telah membeli sekitar 19 juta ton gandum dari petani domestik. Jumlah ini menurun dibandingkan total pembelian tahun lalu yang mencapai rekor 43,34 juta ton.
FCI membeli gandum dari petani lokal untuk menjalankan program kesejahteraan pangan bagi masyarakat miskin. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, petani lebih suka menjual gandum ke pedagang swasta, yang menawarkan harga lebih baik daripada tarif tetap pemerintah. PadaApril, India mengekspor 1,4 juta ton gandum dan kesepakatan telah ditandatangani untuk mengekspor sekitar 1,5 juta ton pada Mei.
"Larangan ekspor India akan mengangkat harga gandum global. Saat ini tidak ada pemasok besar di pasar," kata eksportir lainnya.