REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara pada Ahad (15/5/2022) melaporkan sebanyak 42 orang telah meninggal akibat wabah COVID-19 pertama yang dikonfirmasi di negara miskin itu. Korea Utara memasuki hari keempat di bawah penguncian nasional yang bertujuan untuk menghentikan wabah COVID-19.
Pemerintah Korea Utara pada Kamis (12/5/2022) mengaku bahwa negara itu sedang memerangi "ledakan" wabah COVID-19. Pengakuan itu telah menimbulkan kekhawatiran bahwa virus tersebut dapat menghancurkan negara dengan sistem kesehatan yang kekurangan sumber daya, memiliki kemampuan pengujian terbatas, dan tidak ada program vaksin itu.
Kantor berita Korut KCNA mengatakan negara itu mengambil "langkah-langkah darurat cepat" untuk mengendalikan epidemi. Akan tetapi tidak ada tanda bahwa Pyongyang bergerak untuk menerima tawaran vaksin internasional.
"Semua provinsi, kota dan kabupaten di negara ini telah dikunci total dan unit kerja, unit produksi, dan unit perumahan ditutup bagi satu sama lain sejak pagi 12 Mei dan pemeriksaan ketat dan intensif terhadap semua orang sedang dilakukan," lapor KCNA.
Sehari sebelumnya pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengatakan penyebaran COVID-19 telah mendorong negaranya ke dalam "kekacauan besar" dan menyerukan perlawanan habis-habisan untuk mengatasi wabah tersebut. Meskipun Korut berada dalam penguncian (lockdown), Kim dan pejabat senior lainnya pada Sabtu (14/5/2022) menghadiri upacara pemakaman untuk Yang Hyong Sop, yakni mantan kepala negara de facto selama pemerintahan ayah Kim, Kim Jong Il, seperti diberitakan KCNA.
Otoritas kesehatan Korut mendirikan lebih banyak pos pencegahan epidemi dan segera mengangkut pasokan medis ke rumah sakit dan klinik, sementara para pejabat senior menyumbangkan obat-obatan cadangan, kata KCNA.
"Sebagian besar kematian disebabkan oleh orang-orang yang ceroboh dalam meminum obat karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang penyakit infeksi virus corona varian Omicron siluman dan metode pengobatannya yang benar," kata laporan kantor berita itu.
Setidaknya lebih dari 296.180 orang mengalami gejala demam, dan 15 orang lainnya meninggal (akibat COVID-19) pada Ahad, kata laporan KCNA.
Para ahli mengatakan Korea Utara tampaknya tidak memiliki kapasitas untuk menguji puluhan ribu pasien bergejala tersebut. KCNA tidak melaporkan berapa banyak dari kasus yang dicurigai itu dinyatakan positif COVID-19.
Secara keseluruhan Korea Utara telah melaporkan 820.620 kasus yang dicurigai COVID-19, dengan 324.550 orang masih dalam perawatan medis, kata KCNA.
Korea Utara sebelumnya mengklaim tidak ada kasus infeksi virus corona yang dikonfirmasi, dan merupakan satu dari hanya dua negara di dunia yang belum memulai kampanye vaksinasi COVID, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sejumlah organisasi bantuan kemanusiaan mengatakan bahwa penguncian yang diberlakukan sendiri oleh Korut telah memperlambat perdagangan dan menimbulkan kekhawatiran tentang kekurangan makanan atau kesulitan lainnya.