Korea Utara sedang bergulat melawan pandemi COVID-19 yang kasusnya telah dikonfirmasi pada pekan lalu. Wabah ini memicu kekhawatiran atas krisis besar karena kurangnya vaksin dan infrastruktur medis yang memadai.
Markas besar pencegahan epidemi darurat negara melaporkan 269.510 orang mengalami gejala demam. Sementara jumlah kematian bertambah menjadi 56 pada Senin (16/05) malam, lapor media pemerintah KCNA. Tidak disebutkan berapa banyak orang yang dinyatakan positif COVID-19.
"Kekuatan dari korps medis tentara segera dikerahkan untuk meningkatkan pasokan obat-obatan di ibu kota Pyongyang, pusat epidemi, mengikuti perintah pemimpin Kim Jong Un," KCNA melaporkan.
Pengerahan militer itu dilaporkan bertujuan untuk "meredakan krisis kesehatan masyarakat" di Pyongyang.
Beberapa anggota senior dari politbiro Partai Buruh yang berkuasa, mengunjungi apotek dan kantor manajemen obat-obatan untuk memeriksa pasokan dan permintaan, kata KCNA dalam laporan lain, setelah Kim mengkritik distribusi obat-obatan yang tidak efektif.
"Mereka menyerukan agar dibuat aturan yang lebih ketat dalam menjaga dan menangani perbekalan kesehatan, dengan tetap menjaga prinsip mengutamakan permintaan dan kenyamanan masyarakat," kata KCNA.
Upaya penelusuran kontak juga diintensifkan, dengan sekitar 11.000 pejabat kesehatan, guru, dan mahasiswa kedokteran bergabung dalam "aksi pemeriksaan medis intensif terhadap semua penduduk" di seluruh negeri untuk menemukan dan merawat orang dengan gejala demam.
Namun, berbagai sektor ekonomi nasional tetap mempertahankan produksi dan konstruksi, sambil mengambil langkah-langkah anti-virus secara menyeluruh, tambah KCNA. Kim telah memerintahkan agar aktivitas terbatas diizinkan di setiap kota dan kabupaten.
Korea Utara belum tanggapi bantuan negara lain
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan virus itu dapat menyebar dengan cepat di Korea Utara, yang tidak memiliki program vaksinasi dan menolak bantuan internasional.
Korea Selatan menawarkan pembicaraan lanjutan pada hari Senin (16/05) untuk mengirim pasokan medis, termasuk vaksin, masker, dan alat tes, serta kerja sama teknis, tetapi sejauh ini Korea Utara belum merespons tawaran bantuan tersebut.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan prihatin dengan potensi merebaknya wabah di Korea Utara dan mendukung bantuan vaksin ke negara komunis itu.
"Untuk tujuan ini, kami sangat mendukung dan mendorong upaya AS dan organisasi bantuan dan kesehatan internasional dalam upaya mencegah dan menahan penyebaran COVID-19, dan untuk memberikan bentuk bantuan kemanusiaan lainnya kepada kelompok rentan di negara ini, "kata seorang juru bicara pemerintah di Washington.
Juru bicara tersebut juga mengkonfirmasi, utusan AS untuk Korea Utara, Sung Kim, telah melakukan panggilan telepon dengan negosiator nuklir baru Korea Selatan, Kim Gunn, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
ha/as (Reuters)