Rabu 18 May 2022 11:20 WIB

Hizbullah Kehilangan Suara Mayoritas di Parlemen Lebanon

Ini membuat parlemen Lebanon terpecah karena tidak ada yang miliki suara mayoritas.

Rep: Dwina agustin/ Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Hizbullah dan sekutunya telah kehilangan suara mayoritas di parlemen Lebanon dalam pemilihan umum. Penghitungan hasil akhir yang dihimpun Reuters pada Selasa (17/5/2022) menunjukan gerakan dan faksi Muslim Syiah memenangkan sekitar 62 dari 128 kursi parlemen dalam pemilihan Ahad (15/5/2022).

Dalam pemilihan pertama sejak keruntuhan ekonomi Lebanon dan ledakan pelabuhan Beirut pada 2020, para pendatang baru politik dengan agenda reformasi memenangkan sekitar selusin kursi. Padahal pada pemilu 2018, Hizbullah dan sekutu berhasil mengamankan 71 kursi anggota parlemen.

Baca Juga

Lawan Hizbullah termasuk Lebanese Forces yang bersekutu dengan Arab Saudi dan berasal dari faksi Kristen pada pemilihan kali ini mendapatkan cukup kemenangan. Partai tersebut memenangkan sekitar 19 kursi, naik dari 15 pada 2018, sementara Free Patriotic Movement (FPM) yang bersekutu dengan Hizbullah mempertahankan 18 kursi.

Hasil terakhir tersebut membuat parlemen terpecah menjadi beberapa kubu, karena tidak ada yang memiliki mayoritas suara. Kondisi tersebut dinilai akan meningkatkan kelumpuhan politik dan ketegangan yang dapat menunda reformasi yang diperlukan untuk mengarahkan negara itu keluar dari krisis ekonomi yang menghancurkan.

"Fragmentasi telah meningkat di parlemen, dan ini membuat proses legislasi dan pembentukan mayoritas menjadi sulit," kata pemimpin FPM Gebran Bassil menyerukan para pendatang baru untuk bekerja sama dengan partainya.

Sementara pemilihan 2018 menarik Lebanon lebih dekat Iran yang dipimpin Muslim Syiah, hasil tahun ini dapat membuka jalan bagi Arab Saudi untuk menegaskan kembali pengaruhnya. Lebanon menjadi wilayah yang telah lama menjadi arena persaingan regional antara Riyadh dengan Teheran.

Duta Besar Arab Saudi untuk Lebanon menyerang Hizbullah tanpa secara langsung menyebut nama kelompok itu. "Membuktikan keniscayaan bahwa logika negara akan menang melawan ekses tidak masuk akal dari statelet yang mengganggu kehidupan politik dan stabilitas di Lebanon," ujarnya.

Hasil akhir pada Selasa, termasuk rekor delapan anggota parlemen perempuan, hampir setengah dari mereka pun adalah pendatang baru. Selain itu, beberapa tokoh dari dinasti politik Lebanon justru tidak memenangkan pemilihan umum tersebut.

Sebanyak dua anggota parlemen sekutu Hizbullah Talal Arslan yang merupakan pewaris salah satu dinasti politik Druze tertua di Lebanon, dan wakil ketua parlemen Elie Ferzli gagal mengamankan kursi parlemen. Politisi Muslim Sunni Faisal Karami yang juga keturunan dari dinasti politik Lebanon lainnya kehilangan kursinya di kota kedua negara itu, Tripoli.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyerukan dalam sebuah pernyataan pada Senin malam, untuk pembentukan cepat pemerintah inklusif untuk menstabilkan ekonomi. Meski desakan tersebut dinilai tidak mungkin terjadi.

Direktur lembaga think-tank The Policy Initiative Sami Atallah mengatakan, kelompok-kelompok di dalam parlemen kali ini akan terpolarisasi. Mereka bersitegang saat nanti memilih seorang ketua parlemen, menunjuk perdana menteri berikutnya, dan memilih presiden akhir tahun ini.

Sementara Hizbullah dan Gerakan Amal Movement  mempertahankan kendali atas 27 kursi yang dialokasikan Syiah, mereka kehilangan dua kursi di kubu tradisional di Lebanon selatan. Atallah mengatakan itu bisa mendorong mereka untuk mengambil sikap garis keras dengan tidak akan memberikan celah dalam penentuan selanjutnya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement