Kamis 19 May 2022 07:23 WIB

Tiga Kegagalan Rusia dalam Perang Ukraina Sejauh Ini

Tiga Kegagalan Rusia dalam Perang Ukraina Sejauh Ini

Red:
Tiga Kegagalan Rusia dalam Perang Ukraina Sejauh Ini
Tiga Kegagalan Rusia dalam Perang Ukraina Sejauh Ini

Kampanye militer Presiden Rusia Vladimir Putin di Ukraina tidak berjalan sesuai rencana karena terganggu oleh masalah logistik dan moral prajurit yang menyusut.

Akibat kesalahan perhitungan, para pengamat menyebut pasukan Rusia telah meninggalkan tujuan awal berupa pendudukan skala besar, demi memperkuat cengkeraman mereka di wilayah Donbas timur.

Kesalahan langkah ini dianggap memalukan bagi Presiden Putin yang membanggakan kekuatan militernya.

Presiden Putin mengalokasikan 65 miliar dolar AS untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya pada 2019. Jumlah ini mencapai 4 persen dari PDB Rusia.

Meski anggaran dan jumlah pasukan Rusia ini kecil dibandingkan dengan negara Barat seperti Amerika Serikat, namun kekuatan tersebut jauh melampaui kemampuan Ukraina pada awal perang.

Tapi pasukan Ukraina yang didukung oleh wajib militer dan tentara sukarelawan dari berbagai negara, tampaknya telah menang beberapa kesempatan.

Pukulan memalukan paling awal bagi pasukan Rusia terjadi pada hari pertama pertempuran, yang kemudian menjadi simbol perlawanan Ukraina.

Pertempuran Pulau Ular

Beberapa jam setelah Rusia mengirim pasukannya melintasi perbatasan dan memulai serangan udara yang menargetkan kota-kota besar pada 24 Februari, penjaga perbatasan Ukraina di sebuah pulau kecil 300 kilometer sebelah barat Krimea menerima sebuah pesan.

"Ini kapal perang Rusia. Saya minta kalian semua meletakkan senjata untuk menghindari pertumpahan darah dan korban yang tidak perlu. Jika tidak, Anda akan dibom," demikian isi pesan itu.

"Kapal perang Rusia, enyah dari sini," jawab Roman Hrybob, salah satu petugas penjaga di sana.

Komunikasi terputus dan Pemerintah Ukraina awalnya percaya bahwa 13 penjaga perbatasan di Pulau Zmiinyi (Ular) telah terbunuh.

Beberapa hari kemudian, beberapa orang Ukraina ditampilkan di TV Rusia, ditawan oleh pasukan Rusia di Sevastopol.

Dalam sebulan, mereka telah dibebaskan sebagai bagian dari pertukaran tahanan dan disambut sebagai pahlawan di Ukraina.

Kata-kata jawaban Roman Hrybov sekarang menghiasi perangko hingga tas jinjing di Ukraina.

"Saya tidak tahu bagaimana dia melakukannya, tapi putra saya menaklukkan dunia dengan slogannya. Dia membangkitkan semangat untuk melawan penjajah," kata ibu Roman, Tetyana, kepada BBC.

Sementara itu, Pulau Ular sendiri tidak hanya menjadi simbol perlawanan tapi juga jadi simbol macan kertas militer Rusia.

Pulau ini menjadi titik strategis dalam perang yang sedang berlangsung, terletak di antara Rumania, Odesa dan semenanjung Krimea, dengan perbatasan lautnya membentang jauh ke Laut Hitam yang kaya sumber daya.

Ukraina, dengan bantuan peralatan militer dari negara-negara Barat, berusaha merebut pulau itu kembali, untuk memblokir Rusia membangun pangkalan di sana.

Pada 14 April, pemimpin militer Ukraina membuat pengakuan mengejutkan, bahwa mereka telah menenggelamkan Moskow, kapal penjelajah rudal Rusia.

Pejabat Rusia menyangkal, katanya kapal perang itu tenggelam setelah terkena tembakan nyasar dari pihaknya sendiri.

Gambar satelit minggu lalu menunjukkan kapal Rusia lainnya melarikan diri dari daerah Pulau Ular di bawah serangan rudal, dan foto terbaru menunjukkan kerusakan signifikan pada beberapa bangunan di pulau itu.

"Siapa pun yang menguasai pulau itu dapat memblokir pergerakan kapal sipil ke segala arah ke selatan Ukraina kapan saja," jelas Kepala Intelijen Ukraina Kyrylo Budanov pada 13 Mei.

"Pulau Ular itu wilayah Ukraina, dan kami akan membebaskannya, merebutnya selama apapun waktu yang diperlukan," katanya.

Kematian sejumlah jenderal

Ketika invasi Rusia ke Ukraina tersendat pada hari-hari pertama, para komandan senior diterjunkan ke garis depan dalam upaya menjaga momentum.

Tapi dengan mengirim jenderal seniornya ke medan perang, Presiden Putin membuat mereka rentan terhadap penembak jitu dan unit artileri Ukraina.

"Para komandan itu mencoba memaksakan kepribadian mereka sendiri di medan perang, tapi ini pada gilirannya, menempatkan mereka pada risiko besar," kata pengamat BBC, Gordon Corera.

Kematian jenderal Rusia pertama yang dikonfirmasi adalah Mayjen Andrey Sukhovetsky, yang tewas di tangan penembak jitu Ukraina empat hari sejak perang berkecamuk.

Dua perwira senior lainnya, Letjen Yakov Rezantsev dan Letjen Andrei Mordvichev juga dilaporkan tewas dalam serangan terpisah di pangkalan udara Chornobaivka.

"

Ukraina sendiri mengakui telah membunuh 12 orang jenderal Rusia.

"

Rusia hanya mengkonfirmasi dua jenderalnya yang tewas, sementara negara Barat yang mendukung Ukraina menyebut sekitar tujuh jenderal Rusia telah tewas.

AS mengakui memberikan data intelijen yang membantu militer Ukraina menargetkan dan membunuh para jenderal Rusia.

Tapi para pengamat menyebutkan bahwa petinggi Rusia tidak terlalu sulit ditemukan ketika mereka menggunakan iPhone atau radio untuk berkomunikasi.

Selain memiliki dampak besar pada moral di militer Rusia, kematian para jenderal meninggalkan kekosongan kekuasaan di pucuk pimpinan.

"Setiap kematian seorang jenderal membuat Angkatan Bersenjata Rusia kurang efektif," kata analis militer independen Pavel Luzhin kepada The Moscow Times.

"Butuh waktu berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu untuk menggantikan mereka," katanya.

Penyeberangan sungai yang gagal

Mungkin bencana terbesarnya dalam perang sejauh ini, terjadi ketika Rusia kehilangan hampir seluruh batalion dalam upaya menyeberangi sebuah sungai di timur Ukraina.

Semuanya berawal ketika pasukan Rusia mencoba manuver rumit untuk mengepung kota kembar Lysychansk dan Severodonetsk.

Tapi serangan diam-diam itu mengharuskan batalion untuk menyeberangi Sungai Donets Siverskyi dengan ponton — jembatan terapung yang memungkinkan kendaraan lapis baja dan pasukan untuk menyeberang.

Pasukan Ukraina telah menunggu mereka.

Brigade tank Ukraina melihat tentara Rusia di dekat sungai dan menginstruksikan artileri dan awak pesawat terdekat untuk bersiap-siap.

Ketika pasukan Rusia membakar pepohonan dan hutan terdekat untuk mengaburkan apa yang mereka lakukan, pasukan Ukraina tahu mereka akan menyeberangi sungai dengan ponton.

Serangkaian serangan udara menghancurkan batalion Rusia ini.

Seorang petugas penjinak bom Ukraina bernama Maxim mengaku telah mengoordinasikan serangan itu.

"Dalam 20 menit setelah unit pengintaian mengkonfirmasi bahwa jembatan Rusia dipasang, artileri berat terlibat melawan pasukan Rusia, dan kemudian serangan udara ikut serta,” katanya.

"Saya masih di daerah itu, dan saya belum pernah melihat pertempuran yang begitu berat sebelumnya," ujarnya.

Lebih dari 70 tank dan kendaraan lapis baja diyakini telah dihancurkan dan hingga 1.000 tentara Rusia tewas.

Sejumlah pengamat militer percaya bahwa Rusia akan lebih berhasil di Donbas karena mereka cenderung lebih nyaman bertempur di dataran datar di mana mereka dapat mengepung musuh.

Meski Rusia telah membuat sejumlah kemajuan, Departemen Pertahanan AS mengatakan serangan di wilayah timur tidak berjalan seperti yang diharapkan oleh Presiden Putin.

"Kami masih menilai kekuatan darat Rusia di Donbas lambat dan tidak merata," kata seorang pejabat senior kepada wartawan pada 10 Mei.

Sebuah lembaga bernama Institute for the Study of War menyebut telah terjadi "penurunan energi yang mencolok" dalam kemajuan pasukan Rusia.

"Laporan demoralisasi dan penolakan untuk berperang di antara unit pasukan Rusia terus berlanjut dan meluas menunjukkan bahwa kekuatan tempur efektif pasukan Rusia di timur terus menurun lebih jauh," demikian analisa lembaga tersebut.

Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News untuk ABC Indonesia.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement