REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara melaporkan 262.270 lebih banyak kasus dugaan Covid-19 pada Kamis (19/5/2022). Beban kasus pandemi mendekati dua juta usai seminggu negara itu mengakui penyebaran wabah virus corona.
Kantor Berita Resmi Pemerintah Korea Utara KCNA mengatakan lebih dari 1,98 juta orang menderita demam sejak akhir April. Sebagian besar diyakini memiliki Covid-19, meskipun hanya beberapa infeksi varian omikron yang telah dikonfirmasi. Setidaknya 740.160 orang dikarantina.
Markas besar antivirus Korea Utara melaporkan satu kematian tambahan, meningkatkan jumlah korban menjadi 63. Namun menurut para ahli sangat kecil dibandingkan dengan jumlah dugaan infeksi virus corona.
Setelah mempertahankan klaim yang meragukan bahwa telah menjauhkan virus dari negara itu selama dua setengah tahun, Korea Utara mengakui infeksi Covid-19 pertamanya pada 12 Mei. Negara ini telah menggambarkan penyebaran yang cepat sejak itu. Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menyebut wabah itu sebagai pergolakan besar dan mencaci para pejabat karena membiarkan virus menyebar dan membatasi pergerakan orang serta pasokan antar kota dan wilayah.
Para pekerja dikerahkan untuk menemukan orang-orang yang diduga memiliki gejala Covid-19 yang kemudian dikirim ke karantina. Gambar-gambar media pemerintah menunjukkan petugas kesehatan dengan pakaian hazmat menjaga jalan-jalan tertutup Pyongyang, mendisinfeksi bangunan dan jalan-jalan dan mengirimkan makanan dan persediaan lainnya ke blok-blok apartemen.
Terlepas dari banyaknya orang sakit dan upaya untuk mengekang wabah, media pemerintah menggambarkan sekelompok besar pekerja terus berkumpul di pertanian, fasilitas pertambangan, pembangkit listrik, dan lokasi konstruksi. Para ahli mengatakan Korea Utara tidak dapat melakukan penguncian yang akan menghambat produksi dalam ekonomi yang sudah rusak oleh salah urus, melumpuhkan sanksi yang dipimpin Amerika Serikat (AS) atas ambisi senjata nuklir Kim, dan penutupan perbatasan pandemi.
Korea Utara juga harus segera bekerja untuk melindungi pertanian dari kekeringan yang melanda selama musim tanam padi yang penting. Media pemerintah juga mengatakan bahwa proyek konstruksi, termasuk pembangunan 10.000 rumah baru di kota Hwasong, sedang didorong sesuai jadwal. Meski pengendalian virus di tempat kerja diterapkan, termasuk memisahkan pekerja berdasarkan klasifikasi pekerjaan dan mengkarantina unit pekerja di lokasi konstruksi dan di industri utama logam, kimia, listrik dan batu bara.
"Semua sektor ekonomi nasional meningkatkan produksi secara maksimal dengan tetap memperhatikan langkah-langkah anti-epidemi yang diambil oleh partai dan negara," kata lapor KCNA.
Spesialis kesehatan global di Harvard Medical School yang telah bekerja pada proyek perawatan kesehatan di Korea Utara Kee Park mengatakan, jumlah kasus baru di negara itu akan mulai melambat karena langkah-langkah pencegahan yang diperkuat. Namun akan menjadi tantangan bagi Korea Utara untuk memberikan perawatan bagi sejumlah besar orang dengan Covid-19. Kematian mungkin mendekati puluhan ribu, mengingat ukuran beban kasusnya, dan bantuan internasional akan sangat penting.
"Cara terbaik untuk mencegah kematian ini adalah dengan mengobati dengan antivirus seperti Paxlovid," ujar Park merujuk pada obat yang secara signifikan akan menurunkan risiko penyakit parah atau kematian.
“Ini jauh lebih cepat dan lebih mudah diterapkan daripada mengirim ventilator untuk membangun kapasitas ICU," katanya.
Pakar lain mengatakan menyediakan sejumlah kecil vaksin untuk kelompok berisiko tinggi seperti orang tua akan mencegah kematian. Meskipun vaksinasi massal tidak mungkin dilakukan pada tahap ini untuk populasi 26 juta.
Wakil penasihat keamanan nasional untuk Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, Kim Tae-hyo, mengatakan bahwa Korea Utara telah mengabaikan tawaran bantuan dari Korea Selatan dan AS untuk mengatasi wabah tersebut. Meski sebelumnya para ahli menduga Pyongyang mungkin lebih bersedia menerima bantuan dari Beijing, sekutu utamanya.