REPUBLIKA.CO.ID, DAVOS -- Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan, Presiden Vladimir Putin satu-satunya pejabat Rusia yang bersedia ia temui untuk mendiskusikan upaya mengakhiri perang. Berbicara melalui tautan video kepada peserta World Economic Forum di Davos pada Senin (23/5), Zelenskyy juga mengatakan bahwa mengatur setiap pembicaraan dengan Rusia menjadi lebih sulit mengingat tindakan Rusia terhadap warga sipil di bawah pendudukan.
"Presiden Federasi Rusia yang memutuskan semuanya. Jika kita berbicara tentang mengakhiri perang ini tanpa dia secara pribadi, keputusan itu tidak dapat diambil," kata Zelensky melalui seorang penerjemah.
Sementara itu, Rusia membantah menargetkan warga sipil dalam apa yang disebutnya "operasi khusus" untuk menurunkan kemampuan militer Ukraina. Zelenskyy mengatakan, penemuan pembunuhan massal di daerah-daerah yang diduduki oleh pasukan Rusia pada awal perang, khususnya di luar Kiev, membuat lebih sulit untuk mengatur pembicaraan dan dia akan mengesampingkan diskusi dengan pejabat lain.
"Saya tidak bisa menerima pertemuan apa pun dengan siapa pun yang datang dari Federasi Rusia selain presiden. Dan hanya dalam kasus ketika ada satu isu yang jelas: menghentikan perang. Tidak ada alasan untuk pertemuan lain," ujar dia.
Perunding Rusia dan Ukraina telah mengadakan pembicaraan sejak pasukan Rusia menyerbu Ukraina pada akhir Februari, tetapi kedua belah pihak mengatakan pembicaraan terhenti.
Zelensky mengatakan kepada televisi Ukraina pekan lalu bahwa tidak mungkin menghentikan perang tanpa melibatkan semacam diplomasi. Dalam sambutannya kepada hadirin di Davos, Zelenskyy juga mengatakan bahwa perang harus dibayar mahal dengan banyak nyawa di pihak Ukraina.
Pasukan negara itu menunjukkan kemajuan, terutama di dekat kota kedua Kharkiv, tetapi situasi paling berdarah tetap ada di Donbas. Ukraina kehilangan terlalu banyak orang di sana.
Dia menambahkan bahwa setiap gagasan untuk memulihkan secara paksa semenanjung Krimea, yang direbut dan dianeksasi oleh Rusia pada 2014, akan menyebabkan ratusan ribu korban.