REPUBLIKA.CO.ID, UVALDE -- Direktur Departemen Keamanan Publik Texas Kolonel Steven McCraw mengaku keputusan menunggu hampir satu jam untuk menyergap Salvador Ramos selaku penembak massal di sekolah dasar (SD) di Uvalde, Texas, adalah tindakan keliru. Tindakan itu justru menghilangkan banyak korban jiwa dan trauma.
Komandan yang berada di Robb Elementary School, kepala departemen kepolisian distrik sekolah di Uvalde, meyakini pada saat itu anak-anak tidak lagi dalam bahaya dan Ramos berada di balik barikade. Mereka mengira polisi menjadi punya waktu untuk bersiap.
"Melihat ke belakang dari posisi saya sekarang, tentu saja itu bukan keputusan yang tepat. Itu keputusan yang salah, titik," ujar McCraw.
Menurut McCraw, sebanyak dua anak sempat berkali-kali melakukan panggilan darurat dari dua ruangan kelas empat. Ruangan mereka bersebelahan dengan tempat lelaki yang berusia 18 tahun menembakkan senapan semi-otomatis AR-15 pada 24 Mei.
McCraw mengatakan, beberapa dari sebagian besar siswa berusia sembilan hingga 10 tahun yang terjebak dengan pria bersenjata itu selamat dari pembantaian, termasuk setidaknya dua yang menelepon 911. Setidaknya ada delapan panggilan dari ruang kelas ke 911 antara 12:03, setengah jam setelah Ramos pertama kali memasuki gedung, dan 12:50, ketika agen Patroli Perbatasan dan polisi menyerbu masuk dan menembak mati Ramos.
Menurut McCraw, tidak jelas apakah petugas di tempat kejadian mengetahui panggilan itu saat mereka menunggu. Namun, seorang anak perempuan yang tidak disebutkan namanya menelepon pada 12:16 dan mengatakan kepada polisi bahwa masih ada delapan sampai sembilan siswa yang masih hidup. Tiga tembakan terdengar selama panggilan yang dilakukan pada pukul 12:21.
Anak perempuan yang melakukan panggilan pertama memohon kepada operator untuk "kirim polisi sekarang" pada pukul 12:43 dan melakukan panggilan lagi empat menit kemudian. Petugas masuk tiga menit setelah panggilan terakhir itu. Tim taktis menggunakan kunci petugas kebersihan untuk membuka pintu kelas yang terkunci.