REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Perempuan Afghanistan menggelar protes pada Ahad (29/5/2022) lalu untuk menuntut kebebasan. Banyak dari mereka yang meneriakkan "roti, pekerjaan, dan kebebasan" dalam aksi protes mereka untuk menentang pembatasan keras Taliban terhadap hak-hak mereka.
Sejak merebut kekuasaan pada Agustus tahun lalu, Taliban telah mengembalikan keuntungan marginal yang dibuat oleh perempuan selama dua dekade intervensi AS di Afghanistan.
"Pendidikan adalah hak saya! Buka kembali sekolah!" teriak para pengunjuk rasa, dilansir dari Alarabiya, Selasa (31/5/2022).
Banyak dari wanita-wanita itu mengenakan cadar saat mereka berkumpul di depan kementerian pendidikan. Mereka berharap suara-suara teriakannya ini dapat mewakili seluruh wanita Afghanistan yang ingin kembali mendapatkan hak-haknya yang dirampas oleh Taliban dengan mengatasnamakan agama.
Peserta demonstran berbaris beberapa ratus meter sebelum mereka terusir. Pihak berwenang mengerahkan pejuang Taliban dengan pakaian biasa untuk mengakhiri aksi unjuk rasa tersebut.
Pada awal pemerintahan, Taliban mengklaim bahwa kekuasaannya tidak akan sama dengan pendahulunya. Mereka menyatakan akan membebaskan wanita untuk mengakses pendidikan, meskipun pada kenyataannya hal itu tidak pernah terwujud.
Wanita-wanita di Afghanistan hanya diizinkan mengenyam pendidikan sekolah dasar. Sedangkan untuk sekolah menengah dan lanjutan hanya bisa diakses oleh anak laki-laki.
Pemerintah Taliban bahkan melarang wanita bekerja dan bepergian tanpa mahram. Tentu saja hal ini sangat menyulitkan mereka untuk mencari nafkah.
Ekonomi Afghanistan yang diambang kehancuran, membuat masyarakatnya semakin kesulitan. Tidak sedikit, orang tua yang menikahkan anak-anak perempuan mereka yang masih dibawah umur menikah dengan seorang laki-laki yang sudah berumur bahkan usia lanjut.