Rabu 01 Jun 2022 10:37 WIB

Rusia Perpanjang Kuota Ekspor Pupuk untuk Bantu Petani Dalam Negeri

Perpanjang kuota ekspor pupuk dilakukan demi mencegah kelangkaan dan kenaikan pangan

Petani memanen dengan menggabungkan mereka di ladang gandum dekat desa Tbilisskaya, Rusia, 21 Juli 2021. Ukraina dan Rusia menyumbang sepertiga dari ekspor gandum dan jelai global.
Foto: AP/Vitaly Timkiv
Petani memanen dengan menggabungkan mereka di ladang gandum dekat desa Tbilisskaya, Rusia, 21 Juli 2021. Ukraina dan Rusia menyumbang sepertiga dari ekspor gandum dan jelai global.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia telah menetapkan kuota untuk ekspor pupuk pada Juli hingga Desember, dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Selasa (31/5/2022) bahwa pihaknya ingin mengamankan jumlah nutrisi tanaman yang cukup bagi petani domestik.

Kuota untuk pupuk nitrogen akan ditetapkan sebesar 8,3 juta ton dan untuk pupuk yang mengandung nitrogen kompleks sebesar 5,9 juta ton pada periode tersebut, kata pemerintah.

"Keputusan itu bertujuan untuk mencegah kelangkaan pupuk dalam negeri dan mencegah kenaikan harga pangan," katanya, seraya menambahkan bahwa kementerian perdagangan dan pertanian akan mendistribusikan kuota antara eksportir yang berbeda.

Rusia adalah produsen utama pupuk yang mengandung kalium, fosfat, dan nitrogen. Rusia menghasilkan lebih dari 50 juta ton per tahun dari mereka, atau 13 persen dari total global. Pada November, Moskow memutuskan untuk membatasi ekspor pupuk untuk 1 Desember hingga 31 Mei guna membantu mengekang kenaikan harga pangan lebih lanjut di tengah harga gas alam yang lebih tinggi.

Empat bulan kemudian dikatakan bahwa pihaknya berencana untuk melanjutkan penetapan kuota selama penaburan biji-bijian musim dingin berikutnya dan penaburan biji-bijian musim semi berikutnya. Rusia masih menjual pupuk kompleks ke Amerika Latin dan Asia meskipun sanksi Barat menyebabkan kesulitan dalam mentransfer pembayaran melalui bank-bank Barat dan dalam mengamankan kapal-kapal besar, kata pakar industri.

sumber : Antara / Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement