Rabu 01 Jun 2022 17:34 WIB

Afrika Laporkan 1.400 Kasus Cacar Monyet

Tujuh negara Afrika secara kumulatif telah melaporkan hampir 1.400 kasus cacar monyet

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Foto yang dipasok CDC pada 1997 menunjukkan salah satu kasus cacar monyet di Republik Demokratik Kongo. Tujuh negara Afrika secara kumulatif telah melaporkan hampir 1.400 kasus cacar monyet selama 2022. Ilustrasi.
Foto: CDC via AP
Foto yang dipasok CDC pada 1997 menunjukkan salah satu kasus cacar monyet di Republik Demokratik Kongo. Tujuh negara Afrika secara kumulatif telah melaporkan hampir 1.400 kasus cacar monyet selama 2022. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, KIGALI -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (31/5/2022) mengatakan tujuh negara Afrika secara kumulatif telah melaporkan hampir 1.400 kasus cacar monyet tahun ini. Kasus-kasus tersebut telah dilaporkan di Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan Sierra Leone.

WHO menerangkan jumlah kasus cacar monyet pada 2022 cenderung lebih sedikit dari 2021. Menurut WHO, virus itu telah memperluas jangkauan geografisnya dalam beberapa tahun terakhir. Hingga 2019, kasus cacar monyet banyak ditemukan di Nigeria terutama di selatan negara itu.  Namun sejak 2020, virus tersebut telah menyebar ke wilayah tengah, timur, dan utara Afrika.

Baca Juga

Direktur regional WHO untuk Afrika, Matshidiso Moeti, memperingatkan agar jangan ada perbedaan tanggapan terhadap kasus cacar monyet di sejumlah negara. Terutama untuk negara-negara Barat yang sekarang sedang mengalami penularan signifikan dan Afrika yang mengalami endemik cacar.

"Kita harus bekerja sama dan menggabungkan aksi global yang mencakup pengalaman, keahlian, dan kebutuhan Afrika. Ini adalah satu-satunya cara untuk memastikan kami memperkuat pengawasan dan lebih memahami evolusi penyakit, serta meningkatkan kesiapan dan tanggapan untuk mengekang penyebaran lebih lanjut," ujar Moeti dilansir Anadolu Agency, Rabu (1/6/2022).

Monkeypox atau cacar monyet pertama kali terdeteksi pada manusia pada 1970 di wilayah Afrika. Sejak itu, sebagian besar kasus cacar monyet telah dilaporkan di daerah perdesaan dan hutan hujan.

Pada 2017, terjadi lonjakan tiba-tiba, dengan lebih dari 2.800 kasus yang diduga dilaporkan di lima negara. Lonjakan ini berlanjut dan memuncak pada 2020 dengan lebih dari 6.300 kasus yang dicurigai. Negara DR Kongo menyumbang 95 persen dari total kasus. Jumlahnya kemudian turun pada 2021 menjadi sekitar 3.200 kasus yang dicurigai.

Wabah cacar monyet baru-baru ini dilaporkan pada 7 Mei, ketika kasus pertama dikonfirmasi di Eropa. Kasus tersebut menimpa seseorang yang kembali ke Inggris dari Nigeria. Sejak itu, sekitar 260 kasus cacar monyet yang dikonfirmasi telah dilaporkan dan sekitar 120 kasus yang dicurigai di 23 negara.

Moeti mencatat bahwa Afrika telah berhasil mengatasi wabah cacar monyet di masa lalu. Pemahaman tentang virus dan cara penularannya sangat penting sehingga dapat menekan jumlah kasus cacar monyet.

“Sangat penting bahwa kami memiliki akses yang sama terhadap vaksin cacar monyet yang efektif dan secara global kami memastikan dosis vaksin menjangkau setiap komunitas yang membutuhkan. Sementara beberapa wilayah mungkin telah membangun kekebalan terhadap penyakit ini, ada populasi yang sangat rentan, seperti petugas kesehatan dan kontak kasus," kata Moeti.

WHO mendesak petugas kesehatan untuk mencermati kemungkinan gejala cacar monyet. Mulai dari ruam, demam, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kepala, sakit punggung, nyeri otot, dan kelelahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement